PENGENDALIAN HAWA NAFSU

Dalam kehidupan modern yang serba canggih dan cepat seperti saat ini, manusia sering diliputi keresahan, karena keinginan tidak terpenuhi. Berbagai keinginan muncul karena dorongan kuat dari aneka nafsu yang melingkupinya. Bila keinginan tersebut tidak terpenuhi, maka timbul rasa gelisah alias tidak tenteram.

Rasa kekecewaan dan kebahagiaan hidup bersumber dari jenis-jenis nafsu yang bersarang dalam diri pribadi masing-masing. Maka dari itu jika ingin memperoleh kebahagiaan hakiki, maka kita manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya. Dengan kata lain ketenangan adalah kebutuhan hidup manusiawi yang didambakan oleh semua insan. Ketenangan hakiki akan diperoleh seseorang jika ia mampu menaklukkan hawa nafsu dalam dirinya.

Dalam bahasa Arab ketenangan adalah sakinah dan thumaninah, dengan makna yang agak berbeda. Dalam kitabnya, Madarijus Salikin, Ibnu Qayim Al Jauziyah mengatakan : "Asal kata sakinah ialah thumaninah, yaitu tenang, tetap dan tentram yang Allah turunkan keadaan semacam ini dalam hati hamba-Nya ketika merasa gelisah karena sangat takut. Maka ia menjadi tidak bingung, tidak bimbang dan tidak ragu setelah itu karena sesuatu yang datang kepadanya dan wajib baginya menambah imannya, keyakinannya dan ketetapan hatinya."

Suasana tenang dapat disebabkan oleh faktor keadaan jiwa dan diri individu. Oleh karena itu tidak heran jika dalam upaya memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya manusia memerlukan benda. Tidak heran juga kalau dikatakan harta benda merupakan salah satu sarana untuk memperoleh ketenangan.

Tapi harta tidak menjamin sepenuhnya dalam pemberian rasa tenang, sehingga sering orang punya banyak harta tapi hidupnya diliputi kegelisahan. Bahkan karena banyak harta, orang menjadi rusak jasmani dan rohaninya karena berfoya-foya.

Ketenangan sebenarnya bersifat kejiwaan. Dan harta hanya sarana memperoleh ketenangan itu. Dalam hubungan ini Dr. Hamzah Yakub mengatakan, diantara kenikmatan, ketenangan dan kebahagiaan, ada yang diperoleh karena sikap dan aktivitas batin yang telah menjadi watak dan pribadi seseorang. Aktivitas batin tersebut misalnya syukur, ikhlas, ridha dan sebagainya. Ada pula yang diperoleh karena perjuangan dan kerja keras misalnya, sabar dan mujahadah melawan hawa nafsu. Serta ada pula yang diperoleh karena melaksanakan prinsip-prinsip akhlak yang diajarkan Rasul SAW. dalam hubungan sesama manusia. Dan ada kenikmatan spritual yang diperoleh dalam beribadah seperti, menghayati puasa, khusyu' dalam shalat, dzikir, doa dan istighfar.

Paparan di atas menunjukkan, ketenangan dapat diperoleh dengan bersikap dan aktivitas batin yang baik. Kebahagiaan yang sama dapat diraih pula oleh orang yang berhasil melawan ajakan nafsu yang buruk. Juga dapat dirasakan oleh orang yang baik akhlaknya dan ibadahnya. Orang yang berhasil dalam berjihad melawan nafsu dengan kendali ajaran Allah dan Rasul-Nya, akan hidup tenang dan membawa ketenangan pula kepada lingkungan sosialnya. Karena ia telah memiliki sikap mental yang baik dan suci, berakhlak baik dan mulia serta berhasil baik dalam melakukan dan menghayati tugas ibadah yang diwajibkan Orang yang bertakwa kepada Allah akan tetap tenang dalam kebenarannya baik ketika senang maupun sedih. Sekalipun mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak mengadakan reaksi agresif dan membabi buta, tetapi tetap memberikan reaksi positif, sabar menanti dan rela menerima cobaan dari Allah dan tawakal kepada-Nya. Sebaliknya, orang yang terus mengikuti hawa nafsunya akan banyak merasa gelisah. Terkadang menimbulkan bencana bagi dirinya dan orang lain.

Suasana tenang pada diri seorang mukmin dinyatakan Allah dalam surat Ar-Ra'd ayat 28-29 :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ طُوبَىٰ لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram dan tenang. Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik."

Dengan modal iman kepada Allah dan selalu mengingat-Nya, dimana ia berada dan dalam kondisi apapun, orang akan dapat merasakan ketenangan hakiki. Di akhirat ia akan mendapatkan kebahagiaan dan tempat yang baik sebagai balasan dari Allah atas iman dan amal shalehnya.

Orang mukmin dan takwa yang tetap beramal shaleh dan tidak menuruti kehendak nafsunya, hingga di pintu matinya pun tetap tenang karena amal shaleh yang dikerjakan saat hidupnya membekali dan membuatnya siap menghadapi saat krisis itu.

Disebabkan nafsu cenderung mengajak kepada yang tidak baik / jahat, maka perlu ditundukkan. Dalam ajaran Islam, menundukkan nafsu dinilai sebagai jihad besar. Jihadun nafsi berarti mencurahkan segala usaha, kekuatan dan kemampuan yang penuh kesungguhan dalam memerangi musuh yang ada dalam diri, yaitu kecenderungan yang disebabkan oleh dorongan nafsu yang hendak menjerumuskan manusia.

Nafsu yang bukan tercela adalah nafsu yang tunduk kepada kehendak Allah. Bukan yang senantiasa mengikuti kehendak nafsu sendiri. Oleh karena itu, menurut Islam nafsu harus dikendalikan menurut cara yang wajar dan benar. Bukan dimatikan atau dilampiaskan sesuka hati.

Selain syahwat jasmani seperti keinginan kepada makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya yang menjadi obyek nafsu amarah, juga keinginan yang bersifat maknawiyah (psikis dan sosial) seperti perasaan ingin dipuji, mencintai kedudukan, pangkat dan status sosial lebih tinggi.

Nafsu amarah dapat membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan untuk menandingi lawan dan mencapai status sosial yang lebih tinggi. Jika seorang atau suatu bangsa yang maju ilmu dan teknologinya telah dikuasai oleh nafsu amarah, maka hasil kemajuannya itu akan dijadikan alat untuk kemaslahatan umat manusia.

Dalam kitab Al Risalat Al Qusyairiyah, Al Qusyairi mengatakan, nafsu amarah adalah yang mendorong kepada kehancuran, membantu musuh manusia (setan) dan memiliki banyak keburukan.

Keinginan nafsu-nafsu dalam diri manusia, seperti diterangkan para ulama, mempunyai faedah. Misalnya dorongan nafsu seks berfaedah untuk melangsungkan keturunan manusia. Selain itu, menurut Ibnu Qudamah nafsu seks juga berfaedah agar manusia dapat merasakan sebagian kenikmatan akhirat. Supaya besar kerinduannya untuk menikmatinya kembali kelak di akhirat. Tetapi nafsu seks berupa rangsangan erotik juga menyebabkan terjadinya malapetaka besar jika tidak terkendali.

NAFSU LAWAMAH
Nafsu lawamah sebenarnya nafsu yang baik. Namun tingkatannya berada di bawah nafsu muthmainah. Nafsu ini sering terkalahkan oleh sifat loba, rakus dan sebagainya sehingga menjadi nafsu yang tercela pula.

Dunia materi adalah obyek nafsu lawamah, karena harta benda dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Nafsu lawamah dapat mendorong orang mencari harta dan harta adalah sesuatu yang dapat membawa kemajuan. Karena orientasinya kepada harta, maka seseorang yang dikuasai oleh nafsu lawamah pandangan hidupnya bersifat materialistik dan mementingkan lahiriyah. Karena keserakahannya, ia tidak pernah puas. Kalau nafsu lawamah ada pada orang kaya, ia tidak mau bersyukur, tidak mau memberi sedekah dan sebagainya. Dan jika ada pada orang miskin, maka orang itu tidak punya kesabaran bahkan cemburu, iri hati dan sebagainya yang dapat menyebabkan ketegangan jiwa. Nafsu serakah juga dapat menyebabkan timbulnya rasa sangat mencintai harta (al hirshu) dan ketamakan. Dan karena sifat inilah maka orang bersifat materialistik dan egois.

Nafsu lawamah ini dinyatakan Allah SWT. dalam Surat Al-Qiyamah ayat 2,

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
"dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). "

NAFSU MUTHMAINAH
Nafsu muthmainah adalah nafsu yang tenang dan setia, membimbing manusia hidup berbakti kepada Allah. Jika nafsu ini berada pada orang kaya ia tidak akan tamak dan tidak rakus dengan kekayaannya. Tangannya selalu terulur memberi pertolongan kepada siapa saja. Orang yang bernafsu muthmainah hatinya lunak menerima ajaran Allah dan ibadahnya bertambah-tambah. Bilamana mendapat ujian yang tidak menyenangkan, ia akan menerimanya dengan sabar dan tenang. Dia juga tidak mau hidup senang sendirian dan melupakan masyarakat sekelilingnya yang perlu ditolong. Amal sosialnya banyak, rendah hati dan sebagainya.

Firman Allah, Surat An-Nazi'at ayat 40-41 :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

"Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya."

Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung yaitu orang-orang yang dapat mengendalikan hawa nafsu, sebagaimana firman Allah,

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran : 104)

Amin Ya Robbal Alamin.

Wallahu'Alam.***

by :
u-must-b-lucky

0 comments: