ISLAM, "RAHMATAN LIL'ALAMIN"

Ditinjau dari kacamata ilahiah, manusia dilahirkan ke dunia membawa misi kekhalifahan (khalifatulloh fil ardi), yakni sebagai tangan/wakil Allah di dunia. Hal tersebut mengandung makna bahwa kiprah manusia di bumi hendaklah sesuai dengan sifat-sifat yang ada pada Allah Azza Wajalla (Asmaul Husna).

Bila seorang manusia mengaku dan menyadari sebagai hamba Allah, sudah sepatutnya ia berupaya menjadi agen perubahan sehingga tercipta kedamaian, keutuhan, kegotongroyongan, dan ketenteraman di tengah kesemrawutan dunia. Sangatlah relevan moto "silih asih, silih asah, silih asuh". Itulah makna eksistensi hidup seorang manusia yang berbudaya. Tidak heran kalau pernah kita baca di media massa, ada salah seorang tokoh ki Sunda menyebutkan bahwa budaya Sunda adalah budaya yang sarat dengan nilai-nilai keislaman. Dengan kata lain, kesundaan identik dengan nilai keislaman, sebagaimana yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW. di dalam membawa misi keislamannya.

Decak kagum terhadap perjuangan Rasulullah mengubah kondisi serta budaya masyarakat jahiliah ketika itu, yang dihadapkan pada suatu realitas perilaku budaya yang hedonistik, brutal, dan amoral. Berbekal Al-Quran dan bermodalkan akhlakul karimah, beliau tampil ke gelanggang. Akhlak mulia yang melekat pada diri Rasul menjadi magnet bagi para musuhnya. Secara berangsur-angsur mereka berubah pikiran. Yang semula menentang, memusuhi, bahkan mencerca beliau, akhirnya berikrar menyatakan diri dengan bersyahadat di hadapan Muhammad. Selanjutnya, mereka merapatkan barisan menjadi pengikut perjuangan Rasulullah yang setia.

Satu hal yang perlu menjadi pelajaran bagi umat Islam masa kini bahwa Islam bukanlah agama yang diperjuangkan dengan cara-cara yang brutal atau memaksakan kehendak kepada pihak lain.

Dengan pendekatan historika kerasulan, Muhammad SAW. yang saat itu hidup di tengah masyarakat jahiliah berdakwah dalam arti menyeru, mengajak, dan mengingatkan manusia agar kembali ke jalan yang benar dan lurus bermodalkan akhlakul karimah. Berkat itu pulalah, dengan seizin Allah, Rasulullah Muhammad SAW. dalam jangka waktu relatif singkat (hanya 22 tahun, 2 bulan, 22 hari) berhasil mengubah perilaku masyarakat jahiliah (tidak beradab) menjadi masyarakat yang Islami (beradab). Hal tersebut jika dihitung dari semenjak beliau diangkat/dilantik sebagai Rasul Allah pada usia 40 tahun, sedangkan beliau wafat pada usia 63 tahun.

Betapa banyak kisah perjalanan dakwah beliau ketika itu yang relevan untuk dipedomani oleh para dai, mubalig, dan siapa pun yang terpanggil untuk berdakwah sekaligus hendak membuktikan bahwa Islam rahmatan lil’alamin.

Acapkali terlintas dalam pikiran kita selaku umat Muhammad SAW. mengenai banyak hal. Padahal ajaran Islam tidak mengajarkan pada umatnya tentang hal-hal berikut, seperti terjadinya tirani masyarakat terhadap komunitas umat beragama. Selain itu, memaksakan suatu kehendak / ajaran kepada pihak lain yang tidak sepaham dengan cara-cara yang dapat menimbulkan terjadinya kekacauan, bahkan tidak sedikit menelan korban jiwa yang tidak berdosa. Jelaslah hal itu bukan cara-cara Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Umat Islam sepatutnya mengutuk keras terhadap tindakan oknum-oknum yang mengatasnamakan Islam (jihad Islam). Padahal tindakan semacam itu justru merusak citra Islam itu sendiri, kontra produktif. Hal itu terjadi akibat masih banyak umat Islam mengaku dirinya Islam (Muslim) tetapi tidak mengenal nilai-nilai dasar Islam.

Marilah kita pelajari, kita kaji, kita dalami, dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Buanglah jauh-jauh kebiasaan yang keliru. Tebarkanlah nilai-nilai akhlakul karimah dengan berpedoman teguh kepada Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Dengan berbekal hal tersebut, dalam semangat berdakwah yang tengah bergelora pada setiap pribadi Muslim, yang terpanggil jiwa dan raganya untuk senantiasa berupaya mewujudkan masyarakat yang Baldatun Toyyibatan Warobbu Ghofur di bumi Pancasila yang kita cintai. Mari kita rapatkan barisan agar Islam sebagai rahmatan lil`alamin benar-benar dijaga agar tidak terkontaminasi oleh ulah-ulah segelintir orang yang penuh dengan nafsu-nafsu syaitoniyah, yang ujung-ujungnya justru merusak citra Islam yang rahmatan lil`alamin.

Mari kita pelajari sejarah bagaimana para penyebar agama Islam di nusantara dahulu kala yang kita kenal dengan Wali Songo. Mereka menebar nilai ajaran Islam pada umat yang belum tahu dan tidak mengenal ajaran Islam dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Metode dakwah yang diajarkan pada kita sebagai generasi penerus yang berakhlak mulia jauh dari sikap dan sifat kekerasan, memaksakan kehendak kepada umat yang belum memahami nilai-nilai ajaran Islam ketika itu. Mereka justru melakukannya melalui pendekatan kebudayaan.

Jika kita belajar dari sejarah, kadang kala para wali dalam perjuangan dakwahnya terpaksa melakukan peperangan. Namun itu pun jika terpaksa karena diserang. Agama Islam membolehkan kita melawan jika kita diserang, dengan kata lain, Islam tidak akan menabuh genderang perang jika tidak ada pihak yang melakukan penyerangan terlebih dahulu.

Itulah sebabnya, mari kita mencoba merenungkan kembali langkah, tindakan, dan ucapan kita di saat kita berkaca pada realita, betapa medan dakwah yang telah dirintis oleh para pendahulu kita telah berhasil menyadarkan umat pada zamannya. Untuk mengenal dan menyakini Islam sebagai rahmatan lil`alamin, kita lanjutkan dakwah tanpa henti.

Mari kita songsong lahirnya generasi Qurani yang ber-akhlakul karimah, sehingga Islam sebagai ajaran yang menebar rahmatan lil`alamin tidak hanya utopis (angan-angan) belaka. Itu semua merupakan tantangan bagi segenap umat Islam untuk mewujudkannya.

Kita bumikan Al-Quran dan sunah dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Semoga Allah senantiasa meridhai amal usaha kita. Amin.***

[Ditulis Oleh TONI MAOLUDIN, Pekerja sosial madya pada PSBN Wyata Guna Bandung, mantan aktivis HMI, IMM, dan PII pada dekade ’80-an di Yogyakarta. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 1 Oktober 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: