INGAT MATI

Kita sering mengiringi jenazah ke pemakaman. Pada saat itu mungkin kita menjadi ingat bahwa kita nanti juga menyusul dia. Akan tetapi, biasanya hanya sebagian kecil dari kita yang dapat terus mengingat itu, sedangkan pada umumnya tidak akan lama mengingat hal itu, dan bahkan akhirnya melupakannya.

Mengapa manusia sering lupa mengenai kematian yang pasti akan menimpanya ? Hal ini mungkin disebabkan oleh ingatan kita sudah tertutup dengan ingatan yang lain, atau karena adanya perkara hidup lain yang harus diselesaikan atau ditangani. Lupa mati tersebut bisa berlangsung lama dan bisa sampai waktu masa hidup ini habis. Tahu-tahu dirinya berhadapan dengan mati yang datangnya tidak dapat diduga, yaitu saat nyawanya dicabut. Bahkan ada sebagian dari manusia yang ingin menghindar atau tidak mau menemuinya. Allah SWT. berfirman : "Katakanlah, sesungguhnya mati yang kamu menghindar daripadanya, maka sesungguhnya akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Tuhan yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu akan diberitakan kepadamu mengenai apa-apa yang kamu kerjakan (selama hidup di dunia)." (QS. Jumu'ah : 8)

Setiap orang pasti akan menemui mati, hanya waktunya berbeda-beda. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui kapan datangnya. Sebagaimana firman Allah : "Allah SWT. tidak menangguhkan diri seseorang ketika datang ajalnya (matinya), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Munafiqun : 11)

Mengapa manusia harus mati, itu sudah menjadi sunatullah atau ketentuan Allah. "Setiap diri akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan hidup. Dan kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiya : 35) Ujian ini akan dirasakan oleh setiap manusia, baik yang berupa keburukan maupun kebaikan dan kemudian dirinya akan menentukan langkah-langkah untuk menghadapinya, melangkah sesuai dengan yang ditunjukkan Allah, atau melangkah ke arah yang makin menjauhi petunjuk-Nya. Setiap manusia akan menentukan langkahnya (perbuatan atau amalnya) sesuai dengan pilihannya sendiri. "Dia (Allah) menjadikan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih bagus amalannya." (QS. Al-Mulk : 2)

Karena amal menjadi titik timbangan dalam hidup ini, maka untuk amal buruk perlu cepat dihindari dan ditinggalkan, tetapi untuk beramal saleh hendaknya jangan ditunda-tunda dan perlu segera dikerjakan. Jika keadaannya cukup dan sudah datang waktunya, maka untuk amal saleh perlu segera dikerjakan karena saat dan tempat kematian tidak dapat diketahui oleh siapa pun. "Tidak mengetahui seseorang di bumi mana dirinya mati." (QS. Luqman : 34)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Umar, Rasulullah Muhammad SAW. bersabda : "Keberadaan kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang sedang mengembara. Apabila kamu berada pada waktu sore, janganlah kamu menunggu waktu pagi, dan jika kamu berada pada waktu pagi, janganlah kamu menunggu waktu sore. Pergunakan waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum datang waktu matimu."

Hal ini berhubungan dengan amal saleh. Oleh karena itu, Allah SWT. sering menyeru agar dalam hidup manusia selalu dalam ketakwaan sehinga saat mati menjemputnya dirinya selalu tetap dalam kebaikan (ketaqwaan). Sebab pada hari bangkit dari kubur nanti, keadaan manusia sesuai dengan pada saat matinya, dalam keadaan yang baik atau dalam keadaan yang buruk, semuanya akan terlihat dari wajahnya masing-masing. Rasulullah Muhammad SAW. bersabda : "Setiap hamba akan dibangkitkan dari kuburnya sesuai dengan keadaannya ketika dia mati." (HR. Muslim)

Oleh karena itu, hendaknya dalam kehidupan di dunia ini jangan sampai lupa diri, tetapi usahakan untuk mempersiapkan diri menghadapi mati, yaitu dengan memperbanyak amal yang baik seoptimal mungkin. Bahkan kalau bisa melakukan amal yang nantinya dapat berlanjut mengalir untuk dirinya walaupun dirinya sudah tiada, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. : "Apabila telah mati manusia maka putuslah amalnya, kecuali 3 (tiga) perkara : sedekah jariah (seperti mendirikan rumah ibadah atau masjid), atau ilmu yang bermanfaat (ilmu baiknya disampaikan dan diamalkan oleh orang lain), atau anaknya yang saleh yang mendoakannya."

Artinya setelah mati, manusia tidak dapat beramal saleh lagi, kecuali 3 (tiga) hal tersebut, yang akan tetap diperolehnya atau mengalir menjadi amal saleh bagi dirinya.

Walaupun mati itu pasti datangnya, tetapi manusia dilarang untuk sengaja menghabisi hidupnya, seperti dengan mati bunuh diri. Melakukan hal ini umumnya karena adanya keputusasaan (depresi mental) dan ini termasuk melakukan keburukan. Allah berfirman : "Laa taqnathu min rahmatillah" (janganlah kamu berputus asa akan rahmat Allah SWT." (QS. Az-Zumar : 53)

Berputus asa ini bukan hanya dilarang, bahkan berangan-angan berharap untuk mati pun juga dilarang. Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang bersumber dari Anas RA., Rasulullah Muhammad SAW. bersabda : "Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mengharapkan mati. Apabila ia orang baik, masih ada kemungkinan dapat menambah kebaikan, dan apabila dia orang jahat, mungkin dia akan berhenti dari kejahatannya."

Akan tetapi seandainya terpaksa ada derita yang diterimanya, hendaknya berdoa dengan : "Allahumma ahyinii maa kaanatil hayyatu khairan lii, watawaffanii idzaa kaanatil wafaatu khairan lii (ya Allah, panjangkanlah hidupku ini jika hidup ini lebih baik bagiku. Dan matikanlah andaikan mati itu lebih baik bagiku)." (HR. Bukhari dan Muslim)***

[Ditulis : H. MUTA'ALIM MINHAJ, Pembina Masjid Sabiilul Muttaqiin, Lembaga Pengkajian Islam Masjid Salman ITB, Dewan Tafkir Persis Pusat, IPAHI Masjid Istiqamah, dan pengarang buku "Manajemen Batin dan Tazkiatun Nafs" serta tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi hari Jumat (Manis) 19 Maret 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: