IBADAH KHUSYU' MENURUT AL-QUR'AN


Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan doanya dan Kami anugerahkan Kepada-Nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa' : 89 - 90)

Dalam Al-Qur’an kata khusyu’ disebutkan sebanyak 17 kali dalam bentuk kata yang berbeda. Meskipun mayoritas tunjukannya kepada manusia namun ada juga sebagian ayat yang menyatakan bahwa khusyu’ berlaku juga untuk benda-benda yang lain seperti gunung dan bumi. Dengan adanya tunjukan kepada selain manusia ini paling tidak dapat dijadikan sebagai ‘ramuan’ untuk membakukan arti khusyu’ yang sebenarnya.

Berdasarkan informasi Al-Qur’an inilah akan dapat dijawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah khusyu’ yaitu :
  1. Bagaimana yang dikatakan khusyu’ ?
  2. Apa syarat-syarat untuk mendapatkan khusyu’ ?
  3. Bagaimana cara menambah ke khusyukan ?
  4. Imbalan apa yang diperoleh saat seseorang sudah berada dalam keadaan khusyu ?

  5. Pengertian Khusyu’

    Pengertian Khusyu’ Berdasarkan informasi ayat-ayat Al-Qur’an yg berkaitan dgn khusyu’ maka didapati pengertian bermacam-macam yang intinya tetap mengacu kepada ‘merendahkan diri’. Bervariasinya pengertian khusyu’ dalam Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa sifat khusyu’ tidak hanya berlaku dalam satu konteks ibadah saja seperti shalat akan tetapi bisa meluas kepada berbagai aspek baik yang berhubungan dengan ibadah maupun yang non ibadah.

    Dengan demikian sifat khusyu’ adalah sifat yang melekat pada diri seseorang kapan dan dimana saja dan tidak hanya tertentu dalam konteks ibadah saja.Berdasarkan informasi ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan khusyu’ maka didapat pengertian yang bermacam-macam, tetapi intinya tetap mengacu kepada ‘merendahkan diri’.

    Bervariasinya pengertian khusyu’ dalam Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa sifat khusyu’ tidak hanya berlaku dalam satu konteks ibadah saja seperti shalat akan tetapi dapat meluas kepada berbagai aspek baik yang berhubungan dengan ibadah maupun yang non ibadah.

    Dalam QS. Thaha : 108 misalnya disebutkan bahwa khusyu’ ialah merendahkan suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Namun pada QS. Fushshilat : 39 diartikan dengan tandus yaitu bumi yang kering tandus dan bilamana disiramkan air ke atasnya jadilah bumi itu bergerak dan subur. Berlainan dari pengertian kedua ayat di atas maka dalam QS. Al-Syura : 45 dijelaskan bahwa arti khusyu’ ialah tunduk karena merasa hina. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa orang-orang kafir yang digiring ke dalam neraka akan tertunduk karena merasa terhina sementara pandangan mereka penuh dengan kelesuan.

    Khusyu’ dalam arti tunduk karena merasa terhina dapat dijumpai pada ayat-ayat yang lain. Selain tunduk karena merasa malu maka terdapat juga dalam ayat yang lain yaitu tunduknya hati karena mengingat Tuhan dan kebenaran yang diturunkan-Nya seperti dalam QS. Al-Hadid : 16 begitu juga tunduk disebabkan takut kepada Allah sebagaimana dalam QS. Al-Hasyar : 21. Berdasarkan informasi ayat-ayat di atas tentang makna khusyu’ maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa makna khusyu’ terbagi kepada 2 (dua) yaitu yang bersifat lahiriyah dan bathiniyah. Dalam konteks lahiriyah dapat dilihat melalui pandangan mata seperti gersangnya bumi dan lesunya wajah orang-orang kafir sementara yang bersifat bathiniyah yaitu tidak dapat dijangkau melalui indera karena arti khusyu’ dalam konteks ini berhubungan dengan masalah hati yang tunduk ketika mengingat Tuhan. Dengan demikian pengertian khusyu’ ialah rendahnya hati kepada Tuhan dan baiknya tindakan dan perilaku kepada sesama makhluk.

    Syarat-Syarat Khusyu’

    Adapun syarat untuk berlaku khusyu’ sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah : 45-46 adalah adanya suatu keyakinan akan menemui Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Adanya keyakinan akan berjumpa dengan Tuhan untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk berlaku khusyu’ karena yang terjalin di benaknya ialah adanya kekhawatiran ketika menghadap Dzat Yang Mahakuasa ini. Dengan demikian segala aktifitasnya di dunia selalu dilandasi atas keridhaan Tuhan dan dalam situasi yang seperti inilah berlaku kekhusyukan baginya. Selain berjumpa dengan Tuhan yang meyakini bahwa suatu suatu saat pasti akan kembali kepada-Nya.

    Sedangkan dalam Q.S. Ali Imran 199 dijelaskan bahwa syarat untuk menggapai tingkat khusyu’ ialah tidak memperjualbelikan ayat-ayat Tuhan dengan harga yang murah. Maksudnya tidak memanifulasi ayat-ayat Tuhan gara-gara ingin merebut kedudukan dan kegemerlapan duniawi karena dunia ini sedikitpun tidak ada harganya pada sisi Tuhan. Penegasan ayat ini menunjukkan bahwa khusyu’ baru dapat digapai dengan syarat bila ayat-ayat Tuhan tidak pernah dipelintir untuk kepentingan duniawi.

    Selanjutnya syarat untuk menggapai predikat khusyu’ ialah bersegera mengerjakan kebaikan sebagaimana diinformasikan melalui QS. Al-Anbiya' : 90. Artinya dalam hal kebaikan tidak pernah menunda-nunda waktu dan senantiasa merasa terpanggil untuk melakukannya baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Perlakuan dan sikap yang seperti ini dijadikan sebagai syarat untuk mendaki puncak khusyu’ karena perbuatan baik adalah symbol dari sifat-sifat Tuhan.

    Berdasarkan informasi ini dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan nilai khusyu’ maka seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana yang digambarkan oleh ayat-ayat di atas. Oleh karena itu khusyu’ tidak akan datang dengan sendiri kecuali setelah seseorang dapat memenuhi persyaratan dengan baik sebagaimana yang telah diungkapkan dan sangat tipis harapan bila predikat khusyu’ akan didapat bila hanya sekadar berbekal do’a.

    Cara Meningkakan Serta Imbalan Khusu'

    Maka langkah berikutnya ialah meningkatkan kualitas khusyu’ yang sudah dilaksanakan Dengan secara berfluktuasi, adakalanya menurun dan adakalanya bisa naik dan bahkan bisa pupus sama sekali. Maka upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menambah nilai kekhusyukan ini tetap saja mengacu kepada informasi Al-Qur’an. Sebagaimana dalam QS. Al-Isra’ : 107-110 digambarkan upaya-upaya yang harus ditempuh oleh seseorang guna meningkatkan kualitas khusyu’ yang sudah diperolehnya. Termasuk ke dalam upaya meningkatkan kualitas khusyu’ ini ialah beriman kepada Al-Qur’an dan membacanya sambil menyungkur dan bersujud serta memuji Tuhan dengan penuh linangan air mata dan meminta kepada-Nya melalui nama-nama-Nya yang baik.

    Redaksi ini tidak bisa dipahami secara harafiah dimana semua orang bisa saja melakukan hal yang seperti ini akan tetapi berat dugaan bahwa yang dimaksud dengannya ialah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk dalam segala lini kehidupan. Bagi orang-orang yang sudah mampu meraih kekhusyukan khususnya dalam shalat dapat dipastikan akan meraih kemenangan sebagaimana yang disebuntukan dalam QS. Al-Mukminun : 1-2. Kemenangan ini tidak hanya sebatas urusan ukhrawi saja akan tetapi berlaku bagi segala bentuk kemenangan di dunia karena orang-orang yang khusyu’ senantiasa bersikap rendah diri. Sikap rendah diri inilah yang mengantarkannya untuk disenangi oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.

    Selanjutnya ditegaskan pula bahwa orang-orang yang khusyu’ akan mendapat imbalan dari Tuhan berupa ampunan dan pahala yang besar sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Ahzab : 35. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa orang-orang yang khusyu’ akan mendapat tempat yang baik di dunia maupun di akhirat. Justru itu tidak ada pilihan lain guna meningkatkan harkat dan martabat kita kecuali menghiasi diri kita dengan sifat khusyu’.

    Berdasarkan informasi ayat-ayat Al-Qur’an di atas maka dapat dipahami bahwa khusyu' adalah anugerah Tuhan yang didapati perjuangan panjang dengan menempuh seperangkat persyaratan-persyaratan sebagaimana yang telah digambarkan oleh Al-Qur’an dan sama sekali tidak akan datang dengan sendiri kecuali setelah manusia berupaya untuk menggapainya.

    [Ditulis oleh Drs. ACHYAR ZEIN M.Ag. Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN SU Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia disalin dari www.blog.re.or.id]

    0 comments: