SIKAP SEORANG IMAM SEJATI

Karena mengharapkan pahala dari shalat berjama'ah yang 27 (dua puluh tujuh) kali lipat dibandingkan dengan melakukan shalat sendirian, maka para sahabat berduyun-duyun menjadi makmum di belakang Mu'adz bin Jabal untuk mengerjakan shalat Isya. Sebagai Imam, Mu'adz ingin menunjukkan kebolehannya. la membaca surat Al-Baqarah sampai tamat pada rakaat yang pertama dengan keinginan agar pahalanya lebih besar. Semua yang menjadi makmum mendongkol dalam hati mereka, karena surat Al-Baqarah panjang sekali, hingga kaki segenap jama'ah gemetaran akibat terlalu lama berdiri.

Selesai raka'at yang pertama, para sahabat menyangka dan mengharap mudah-mudahan yang akan dibaca pada raka'at yang kedua adalah surat yang pendek saja. Ternyata tidak. Mu'adz mengumandangkan ayat seperti pada raka'at yang pertama yaitu dari surat Ali Imran mulai dari ayat pertama sampai ayat terakhir. Kaki para makmum tambah bergetar karena terlalu penat. Sesudah salam mereka berhamburan keluar dengan muka kecut. Bayangkan, shalat dimulai sekitar jam delapan, baru selesai pada jam sebelas malam.

Esoknya, mereka mengadu kepada Rasulullah Muhammad SAW. tentang shalat Isya semalam yang telah membikin mereka kehabisan tenaga setengah mati. Rasulullah SAW. pun segera memanggil Mu'adz. Sahabat ini menyangka Rasulullah SAW. bakal memujinya, ternyata tidak. Beliau malah memperingatkan supaya bila berdiri di muka jama'ah selaku imam, hendaklah shalatnya diringankan, jangan terlalu lama tetapi juga jangan terlalu cepat. Sebab, di antara makmum ada orang tua, ada yang sakit, dan ada pula yang sedang terlibat oleh suatu urusan. Hal ini untuk menjaga agar makmum tidak membenci imamnya.

Rasulullah Muhammad SAW. pernah mengatakan bahwa "Barang siapa menjadi pemimpin suatu jama'ah, sedanqkan jama'ah itu tidak suka kepadanya, maka shalat imam tersebut tidak akan naik melebihi batas kepalanya." Oleh sebab itu, Rasulullah SAW. mengatur melalui shalat jama'ah supaya imam dan makmum, pemimpin dan yang dipimpin, sama-sama menaati peraturan shalat. Lantaran kepatuhan makmum kepada imam bukanlah keta'atan membabi-buta dengan melihat siapa imamnya, melainkan kedisiplinan terhadap hukum yang disepakati bersama.

Karena itu, jika imam salah atau keliru, makmum harus meperingatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh peraturan shalat jama'ah. Dan semua gerakan imam yang termaktub dalam peraturan harus ditaati dan diikuti, siapa pun imamnya dan siapapun makmumnya. Sebaliknya pada gerakan imam yang bersifat pribadi, para makmum dilarang untuk mengikutinya seperti garuk-garuk kepala atau bersin.

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Disalin dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 270 Tahun ke-7 (2010 M/ 1431 H)]

0 comments: