Bulan Ramadhan telah berlalu dengan membawa sejuta kenangan karena di dalamnya kita terlibat aktif melaksanakan rangkaian ibadah, mulai yang wajib hingga yang sunah, sehingga hati menjadi tenang dan puas karenanya. Idulfitri juga telah kita rayakan, semoga kita kembali ke kesucian semula bagaikan bayi yang baru lahir karena Allah telah mengampuni dosa-dosa kita semua sebagaimana janji-Nya, serta kita telah saling bermaafan sesama manusia, bersihlah jiwa kita keluar Ramadhan.
Bulan Syawal sebagai kelanjutan dari bulan Ramadhan, jika dilihat dari arti kata itu, yakni peningkatan, rasanya sangatlah tepat. Setelah sebulan penuh kaum beriman menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, yang diharapkan dari ibadah itu agar meraih derajat takwa. Dengan bersambung ke bulan Syawal, makna yang diharapkan adalah peningkatan ibadah kita kepada Allah dalam segala aspek. Namun yang sering kita dapati adalah tatkala keluar dari Ramadhan keimanan sering mengalami penurunan seiring dengan ibadah kita yang tidak seintensif pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, agar keimanan kita tetap stabil pasca-Ramadhan, harus tetap kita jaga dengan hal-hal berikut :
- Mujahadah (bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah). Target dari puasa Ramadhan adalah menjadi orang yang bertakwa, yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya. Mujahadah berasal dari kata jahada (jihad) yang artinya kesungguhan (optimalisasi).
Kesungguhan dalam pelaksanaan ibadah serta penerapan nilai Islam dalam kehidupan. Optimalisasi ibadah kita di bulan Ramadhan harus tetap kita pelihara dengan sungguh-sungguh pula pada bulan-bulan berikutnya. - Melanjutkan kebiasaan puasa. Allah SWT. mewajibkan puasa hanya pada bulan Ramadhan. Namun, Allah SWT. tetap memberi kesempatan kapada hamba-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya melaului puasa-puasa sunah, seperti sabda Rasulullah SAW., "Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, sehingga Aku mencintainya." (HR. Bukhari)
Di antaranya dengan melakukan puasa enam hari pada bulan Syawal yang apabila kita kerjakan pahalanya sama dengan puasa setahun. Sabda Rasulullah SAW., "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, dia berpuasa seperti setahun penuh." (HR. Muslim) Kemudian dilanjutkan dengan puasa sunah lainnya, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa di pertengahan bulan (tanggal 13, 14, dan 15), tanggal 9 Dzulhijah, 10 Muharam, dan lainnya, kalau masih dirasa kurang bisa melakukan puasa Daud, yaitu sehari puasa sehari tidak. (HR. Muslim) - Menjaga shalat malam. Rangkaian ibadah yang tak pernah kita tinggalkan pada bulan Ramadhan selain puasa adalah qiyamu Ramadhan / shalat Tarawih, atau kalau pada bulan lain disebut qiyamul lail (shalat malam) / Tahajud. Hal yang juga tak pernah dilewatkan adalah bangun untuk makan sahur pada waktu sepertiga malam terakhir (waktu sahur).
Alangkah baiknya jika kebiasaan selama bulan Ramadhan untuk bangun pada waktu sepertiga malam terakhir itu tetap kita lanjutkan dengan melaksanakan shalat malam / Tahajud, karena itulah waktu yang mulia bagi seorang hamba untuk merendahkan diri di hadapan-Nya seraya mengagung-agungkan asma-Nya, memuji kebesaran-Nya, kemudian memohon ampun atas segala salah dan dosa kita.
Telah banyak ayat Al-Quran dan hadis yang menerangkan keutamaan waktu malam dan mengisinya dengan ibadah, seperti tertera dalam Al-Quran Surat Al-Israa’ ayat 79,وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا"Dan pada sebagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat terpuji." - Menjadikan tilawah Quran sebuah kebutuhan. Tadarus Al-Quran sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan umat Islam pada bulan Ramadhan. Rasanya kurang afdal kalau tidak khatam Al-Quran pada bulan tersebut. Akan tetapi, setelah memasuki bulan Syawal, kebiasaan itu meredup dan Al-Quran kembali menjadi pajangan dalam bufet di rumah masing-masing, atau kotor berdebu di rak-rak masjid karena tak pernah dibaca kembali. Padahal Rasulullah SAW. bersabda, "Seutama-utama ibadah umatku, ialah membaca Al-Quran." (HR. Baihaqi)
Al-Quran kelak akan menemui sahabatnya, yaitu orang-orang yang rajin membaca, mempelajari, dan mengamalkannya. Seperti sabda Nabi SAW., "Sesungguhnya Al-Quran itu akan menemui sahabatnya ketika dibangkitkan dari kubur dalam bentuk seperti seorang yang pucat. Kemudian ia berkata, ’Apakah kamu mengenalku ?’ Orang itu menjawab, ’Aku tidak mengenalmu.’ Ia berkata lagi, ’Akulah temanmu. Aku Adalah Al-Quran yang telah membuat kamu haus karena kamu membaca dengan mengeluarkan suara dan membuatmu bergadang pada malam-malam harimu. Sesungguhnya setiap pedagang itu mempunyai hasil dari setiap dagangannya. Pada hari ini kamu mendapatkan hasil dari daganganmu itu.’ Kemudian orang itu diberikan kerajaan di tangan kanannya dan kekekalan di tangan kirinya, lalu diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan. Kedua orang tuanya juga dipakaikan yang keindahan dunia tidak sebanding dengannya. Kedua orang tuanya ini pun bertanya, ’Karena apa kami dipakaikan ini?’ Ia menjawab, ’Karena anak kalian berdua telah mengambil (mempelajari/menghafal) Al-Quran.’ Kemudian dikatakan kepadanya, ’Baca dan naiklah ke tangga surga dan kamar-kamarnya.’ Kemudian ia akan terus menaikinya selama ia masih tetap membaca Al-Quran, baik dengan cepat ataupun lambat." (HR. Ahmad, Hakim, Nasa’I, Baihaqi)
[Ditulis oleh H. JATIMAN KARIM, santri Tahfidzul Quran Pontren Daarut Tauhiid Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 17 September 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
0 comments:
Post a Comment