Apabila sedang menyendiri, Umar bin Khattab RA. suka kelihatan merenung. Terkadang dia sampai menangis tersedu-sedu. Setelah itu, tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak. Para sahabat, yang kebetulan menyaksikan hal tersebut, suka merasa heran. Akhirnya, ada seorang di antara mereka mencoba bertanya.
"Aku sering menelaah diriku sendiri. Muhasabah, setelah aku menyadari aneka macam kekeliruan yang pernah aku lakukan dulu sehingga mendorongku untuk bertobat. Memohon ampun kepada Allah SWT.," kata Umar.
"Apa saja kekeliruanmu itu, wahai anak Khattab sehingga membuat Anda menangis lalu tertawa ?" tanya sahabat.
"Aku ingat pada masa jahiliah dulu, ketika kebodohan menyelimuti diriku. Tradisi kami, adalah mengubur hidup bayi perempuan. Begitu lahir, langsung dimasukkan ke lubang yang sudah disediakan. Anggapan kami yang diselimuti kebodohan akal dan pikiran, lebih mengutamakan gengsi, bayi perempuan adalah pembawa kehinaan. Hanya akan menjadi beban keluarga. Tidak akan menjadi penunggang kuda yang gagah. Tidak akan menjadi pemain pedang andal di medan perang. Pokoknya, serbaburuk. Nah, setelah Islam datang mengajarkan nilai-nilai akidah, ibadah dan akhlak yang baik dan benar, tradisi itu kami hapus dari diri kami yang telah Muslim. Islam mengajarkan, perempuan mukminat-muslimat, punya hak sama sederajat dengan laki-laki mukminin-muslim. Punya hak masuk surga dengan amal-amalan mereka yang baik dan bajik..."
"Lantas hubungannya dengan kelakuan aneh Anda ?" sahabat mendesak.
"Ya, pada masa jahiliah, aku pernah membunuh bayi perempuanku. Jika ia dibiarkan hidup, mungkin ia sudah memberiku beberapa cucu yang lucu-lucu. Itulah sebabnya aku menangis. Ingat kepada bayiku dulu, ingat kepada nasibnya akibat kebodohan ayahnya..." Umar kembali terisak-isak membuat para sahabat ikut meneteskan air mata.
"Nah, jika Anda tertawa terbahak-bahak ?" sahabat bertanya lagi.
"Pada masa jahiliah, kami semua sangat gemar membuat patung-patung sembahan. Selain patung utama Latta, Uzza, Manat, Hubal, dan lain-lain, kami juga membuat patung-patung tambahan sesuka kami sendiri. Nah, kalau musim panen kurma berhasil, melimpah ruah, kami buat patung raksasa dari kurma. Kami gotong ke Kabah. Lalu kami sembah beramai-ramai. Kami puja-puji, karena kurma merupakan salah satu makanan pokok kami, yang kami anggap berjasa memberi kekuatan kepada tubuh. Tetapi, tatkala kami mengalami paceklik gagal panen, kekurangan pangan, patung kurma itu kami pereteli, untuk dijadikan bahan makanan. Kini aku suka tertawa mengingat kelakuan kami menyembah berhala kurma di suatu waktu, dan memakan sembahan kami itu di waktu lain !"
Mendengar penuturan Umar, para sahabat ikut tertawa.
"Untunglah, Islam datang, dan aku mendapat hidayah setelah mendengar ayat-ayat Allah SWT yang dibacakan saudariku dan suaminya yang telah terlebih dulu memeluk Islam," kataUmar sambil mengucapkan ayat-ayat awal surat Thaha (1-8). Ayat-ayat yang menyatakan Alquran diturunkan bukan untuk menyusahkan manusia, melainkan peringatan bagi orang yang takut kepada Allah. Diturunkan dari Allah, pencipta langit dan bumi, yang Maha Pemurah bersemayam di Arsy, Maha Pemilik segala yang ada di langit dan bumi, yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi. Yang pemilik nama-nama yang indah (Asmaul Husna) dan hanya Dia yang berhak disembah."***
[Ditulis oleh H.USEP ROMLI HM, tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Pon) 7 September 2010 pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
0 comments:
Post a Comment