Dalam Perang Tabuk, terdapat orang-orang yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah SAW., di antaranya adalah orang-orang yang uzur, juga ada sekitar 80 orang munafik dari kaum Anshar, selain itu ada 3 sahabat yang benar-benar mukmin yang tidak ikut berperang, salah seorangnya adalah Ka’ab bin Malik RA.
Ketika Perang Tabuk selesai dan berita kepulangan Rasulullah SAW. tersiar, Ka’ab bin Malik dihantui kerisauan. Tebersit dalam dirinya untuk berbohong, agar dirinya terhindar dari kemarahan Rasulullah SAW.
Namun, ketika Rasulullah SAW. semakin dekat menuju Madinah, maka segala kebatilan yang ada pada dirinya lenyap, ia menyadari bahwa selamanya tidak akan bisa keluar darinya dengan cara-cara yang dusta, lalu ia membulatkan tekad untuk berkata jujur kepada Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW. tiba di Madinah, Ka’ab bin Malik RA. pun datang menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam kepada beliau. Beliau tersenyum hambar bahkan dikatakan memalingkan muka. Ka’ab berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah berpaling dari saya. Demi Allah, saya bukanlah orang munafik dan saya meyakini keimanan saya."
Rasulullah SAW. bersabda, "Kemarilah, mengapa engkau tidak ikut berperang, bukankah engkau sudah membeli unta sebagai kendaraan ?" Ka’ab bin Malik RA. menjawab, "Ya Rasulullah, kalau kepada orang lain sudah tentu saya dapat memberikan berbagai alasan agar ia tidak marah, karena Allah telah mengaruniakan kepada saya kepandaian berbicara. Tetapi kepada engkau, walaupun saya dapat memberikan keterangan dusta yang dapat memuaskan hatimu, sudah tentu Allah akan murka kepadaku. Sebaliknya jika saya berkata jujur sehingga engkau marah, saya yakin Allah akan menghilangkan kemarahan engkau. Oleh karena itu, sekarang saya akan berkata dengan sejujurnya. Demi Allah, saya tidak memiliki halangan apa pun. Seperti halnya orang lain, saya berada dalam keadaan lapang dan bebas. Bahkan, pada saat ini saya memiliki kesempatan yang lebih baik daripada masa-masa sebelumnya."
Rasulullah SAW. bersabda, "Engkau telah berkata jujur, berdirilah, Allah akan memutuskan segala urusanmu." Kemudian setelah itu, Ka’ab meninggalkan Rasulullah dan pulang ke rumahnya.
Dalam masa penantian akan keputusan Allah SWT., Rasulullah SAW. melarang Ka’ab dan dua sahabatnya untuk berbicara dengan siapa pun dan disuruh menjauhi istrinya, maka orang-orang menjauhinya dan mengucilkannya seakan-akan dunia menolaknya. Bukan hanya itu, saudaranya pun tidak mau berbicara kepadanya dan bahkan ada orang yang mengajaknya keluar dari agama Islam. Semua ini menjadikan Ka’ab sangat bersedih dan menderita sehingga ia selalu menangisi apa yang terjadi pada dirinya.
Pada hari yang kelima puluh, kabar gembira pun datang kepadanya, bahwa Allah menerima tobat Ka’ab dan dua sahabatnya. Dengan hati gembira Ka’ab datang menghadap Rasulullah SAW. dan pada saat itu Rasulullah SAW. bersabda, "Bergembiralah dengan meraih saat yang penuh kebaikan, yang belum pernah kau lalui sejak engkau dilahirkan ibumu."
Sebagai rasa syukur, Ka’ab menyedekahkan sebagian hartanya dan ia berkata, "Ya Rasulullah, Allah sungguh telah menyelamatkan diriku dengan kejujuran, maka sebagai bagian dari pertobatanku, aku tidak akan berbicara kecuali dengan kejujuran selama sisa hidupku."
Semoga kisah ini menjadi teladan bagi kita untuk selalu berbuat dan berkata jujur. Kejujuran adalah kesesuaian amal dengan tuntunan perintah-perintah syariat. Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur." (Muttafaqun alaih)***
[Ditulis Oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 07 Sarijadi Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Minggu (Legi) 5 September 2010 pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
0 comments:
Post a Comment