KESIA-SIAAN

Tiada harapan yang lebih besar dari setiap doa yang kita panjatkan melainkan jika Allah SWT. mengabulkannya, Ketika Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, Dia mengakhiri perintah-Nya dengan sebuah janji akan mengabulkannya,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Ud'uunii astajib lakum

Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya.

Jaminan Allah untuk mengabulkan setiap doa hamba-hamba-Nya seakan-akan menggambarkan jawaban atas keinginan besar yang ada pada setiap hamba-Nya, yaitu agar segala harapan mereka dikabulkan.

Ibarat seseorang yang ingin meminta bantuan kepada orang lain, di mana ia harus memiliki adab dan etika agar permohonannya dikabulkan. Begitu juga Allah, agar setiap permohonan yang kita panjatkan kepada-Nya dikabulkan, ada adab dan etika yang harus dipenuhi, ada hak Allah yang harus kita laksanakan. Kata ud'uunii (berdoalah kalian kepada-Ku) menjadi syarat mutlak agar doa dikabulkan, yaitu menjadikan setiap doa hanya ditujukan kepada-Nya. Tidak berpaling dari-Nya atau menghadirkan zat-zat lain selain Zat-Nya.

Hal ini juga sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya,
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةً لَّا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan. Mereka tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatan dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan. (QS. Al-Furqan : 3)

Imam al-Alusi dalam tafsirnya mengomentari bahwa ayat tersebut menegaskan ketidakberdayaan tuhan-tuhan yang mereka sembah dalam memberi manfaat dan madarat kepada diri mereka. Jangankan kepada diri mereka, kepada diri sendirinya pun tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudarat. Kalimat, "Mereka tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil), suatu kemanfaatan," menegaskan akan kelemahan dan ketidakberdayaan tuhan-tuhan yang mereka sembah.

Ada pelajaran berharga dari nasihat Rasulullah kepada Mu'adz bin Jabal, yaitu ketika beliau bertanya, "Wahai Mu'adz, apakah engkau mengetahui apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan apa hak hamba-hamba atas Allah ?" Mu'adz berkata,"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah kembali berkata, "Sesungguhnya hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah agar mereka tidak menyembah selain kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya, sedangkan hak seorang hamba atas-Nya adalah agar Dia tidak mengazab siapa di antara mereka yang tidak mempersekutukan-Nya."

Rasulullah menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengazab seorang hamba yang taat dan tidak mempersekutukan-Nya.

Ketika Allah tidak mengazab hamba-hamba-Nya, itu adalah bukti cinta-Nya kepada mereka. Ketika Allah sudah mencintai hamba-Nya. Dia akan mengabulkan segala harapannya.

Ikhlas menghambakan diri di hadapan-Nya dengan tidak menghadirkan sekutu-sekutu selain-Nya menjadi kunci utama kebahagiaan hidup. Dengan-Nya segala pengharapan akan dikabulkan oleh-Nya. Akan tetapi, upaya setan untuk menipu manusia sehingga benih-benih keikhlasan rapuh dari mereka amatlah kuat. Maka betul apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwa syirik adalah ibarat semut hitam di atas batu hitam. Syirik dalam hal ini di antaranya adalah riya', yaitu berdoa dan beribadah demi ingin dilihat oleh orang lain. Rasulullah sudah mewanti-wanti bahwa hal yang paling ditakuti oleh beliau atas umatnya adalah syirik kecil, riya', karena ia akan menghancurkan segala amal saleh yang dilakukan, termasuk di dalamnya adalah doa.

Ada pelajaran berharga dari para salafusoleh bagaimana mereka menjaga hati mereka agar tidak terjangkit virus riya' tersebut. Di antaranya adalah sosok ulama besar yang dijuluki sebagai Imam Ahli Sunah, yaitu Ahmad bin Hanbal. Yahya bin Ma'in, sahabat dan murid beliau berkata, "Aku tidak melihat orang seperti Ahmad bin Hanbal. Aku menemaninya selama lima puluh tahun dan ia tidak menyebutkan sedikit pun kepada kami kebaikan yang ia lakukan."

Selama lima puluh tahun beliau mampu menyembunyikan amal saleh yang telah dilakukannya. Hal ini karena kehati-hatian beliau dari virus riya' yang mampu menghapus segala amal kebaikan. Keluasan ilmu Ahmad bin Hanbal dilengkapi dengan kesalehan pribadi berupa ibadah yang selalu terjaga.

Ibnul Qayyim pernah berkata, "Aku mengenal banyak para salaf. Lalu aku menyeleksi diantara mereka, mana orang yang paling memiliki perpaduan antara ketinggian ilmu hingga menjadi mujtahid, dengan mereka yang memiliki banyak amal hingga ia menjadi contoh bagi ahli ibadah. Hasilnya, aku tidak mendapatkan lebih banyak dari tiga orang. Mereka adalah Hasan al-Bashri, Sofyan ats-Tsauri, dan Ahmad bin Hanbal."

Mungkin sebagian besar kita sudah mengetahui bahwa menceritakan kebaikan kita kepada orang lain merupakan celah setan untuk menumbuhkan benih-benih virus riya' pada diri kita. Akan tetapi, ada celah lain di mana setan memiliki peluang untuk menumbuhkan virus tersebut pada hati kita, dan kita tidak menyadarinya. Hasan al-Bashri dengan ketajaman hatinya pernah berkata, "Siapa yang mencaci diri sendiri di hadapan orang lain sesungguhnya dia itu termasuk alamat riya'."

Selain riya' yang berkaitan dengan niat, yang termasuk syirik menurut Ibnu Abbas adalah syirik penghambaan, yaitu menghadirkan zat-zat lain selain Zat-Nya dalam beribadah. Ketika hati sudah menghadirkan zat-zat lain dalam penghambaan, itulah awal mula ditolaknya segala harapan. Segala daya upaya dan pengorbanannya hanyalah berbuah kesia-siaan.

Wallahu'alam.***

[Ditulis oleh SHOHIB KHOIRI, peneliti Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 13 Mei 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
by
u-must-b-lucky

0 comments: