URGENSI AL-QUR'AN

Sumber segala ilmu adalah Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an, banyak kita temui ayat-ayat yang memicu manusia untuk terus menggali dan mencari ilmu-ilmu, terutama ilmu agama, juga banyak kita temui ayat-ayat retorik, seperti, "Apakah kamu tidak berakal ?", "Apakah kamu tidak berpikir ?"

Al-Qur'an bukan hanya untuk dibaca, tetapi menjadi fungsi bagi diri kita. Paling prinsip adalah tidak hanya memahami makna Al-Qur'an tetapi bagaimana Al-Qur'an itu betul-betul berfungsi bagi diri kita. Karena banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kegunaannya bagi kehidupan manusia.

Pertama, yang dinamakan Al-Qur'an adalah hudallinnaas. Al-Qur'an merupakan pedoman hidup bagi manusia. Tampaknya khusus bagi kita di Indonesia, sudah mengenal Al-Qur'an serta sudah terbiasa membaca Al-Qur'an. Akan tetapi, apakah Al-Qur'an telah menjadi petunjuk bagi diri kita ? Barangkali susah dan sulit kita menjawabnya.

Kedua, fungsi Al-Qur'an itu adalah walfurqon, bukan hanya sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia, tetapi juga sebagai pemisah. Sebagai pembeda dan pemisah antara yang benar dan yang salah, antara yang hak dan batil. Tidak mungkin orang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, kalau orang tersebut tidak mengerti dan tidak memahami Al-Qur'an.

Rasulullah SAW. pernah menyampaikan, ketika orang tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman bagi hidupnya, maka bukan hanya Islam ini akan ketinggalan, tetapi yang dikhawatirkan adalah di mana obatnya penyakit masyarakat.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Syihab, Rasulullah SAW. pernah menyampaikan, "Aku khawatir terjadi tiga perkara yang akan menimpa komunitas bangsa dan komunitas masyarakat di manapun." Kemudian para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang engkau khawatirkan ?"
  • Pertama, zaalatul 'aalimin, yaitu penyimpangan yang dilaksanakan oleh para ulama, lantas ulama tidak berfungsi sebagai warosatul anbiya kembali. Ulama tidak lagi menjadi penerang bagi umat, tidak lagi menjadi panutan masyarakat dan bangsanya, bahkan yang paling dikhawatirkan, ulama telah menyimpang dari keulamaannya.
  • Kedua, wahukmun zairin, yakni supremasi hukum yang tidak jelas, tidak mencerminkan keadilan. Dalam hadits dikatakan, para sahabat beramai-ramai mendatangi Rasul ketika ada seorang ibu mencuri. Rasul membaca ayat Al-Qur'an,
    وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ
    Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. (QS. Al-Maaida : 38)

    Ada salah seorang sahabat yang melakukan interupsi kepada Rasul dan mengatakan bahwa ibu itu mempunyai suami dan anak yang banyak. Mendengar interupsi yang disampaikan oleh sahabat tadi, Rasul mulai memerah wajahnya, tangannya pun bergetar. Lantas Rasul mengatakan,
    Hai, tahukah kamu, hancurnya masyarakat dan bangsa pada masa lalu ? Kamu harus tahu, manakala orang terhormat, orang yang mulia, pejabat mencuri, ia bebas tanpa hukum. Akan tetapi, manakala orang kecil mencuri, ia pasti babak belur kena hukum. Maka hancur bangsa ini kalau sudah demikian.

    Rasul berkata,
    Demi Allah, andaikan putri saya yang wanita, Fatimah, mencuri, yang akan memotong tangannya bukan orang lain tetapi saya sendiri yang akan memotong tangannya.
  • Ketiga, yang dikhawatirkan Rasul adalah wahwan muttaba'un, manusia sudah mengikuti nafsunya masing-masing. Menurut Rasul, kalau setiap orang sudah mengikuti hawa nafsunya masing-masing, dia akan berbuat sesuai dengan apa yang dia kehendaki. Dia akan berperilaku apa saja yang dia kehendaki. Kalau sudah demikian, susah bagi umat Islam untuk bersatu dan menunjukkan kekuatan.
    Betapa unggulnya orang-orang yang berilmu yaitu orang yang mau menggunakan akal pikirannya untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dibandingkan dengan orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya, kemudian mereka terjebak dalam hidup serba "santai".
    Padahal hidup ini bukan hanya di dunia tetapi berlanjut pada kehidupan akhirat. Allah SWT. sangat memuji orang-orang yang menggunakan akal pikirannya dan Allah SWT. mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
    Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-Mujaadila ayat 11,
    اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
    Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

    Sayyid 'Alawi ibn Ahmad Assaqofi dalam Fawaidhul Makiyah, menerangkan bahwa Allah mengangkat para ulama pada hari kiamat atas semua orang yang beriman dengan tujuh ratus derajat dan di antara dua derajat lima ratus tahun.
    Ayat di atas sangat jelas sekali bahwa orang yang berilmu itu sangat unggul. Hal ini karena ilmu sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahkan, kita beribadah sebagai jalan menuju Allah SWT. memerlukan ilmu (ilmu agama) yang sumbernya adalah Al-Qur'an. Apabila kita beribadah tidak disertai dengan ilmu maka ibadah kita tidak sempurna.
Wallahua'lam bissawab. ***

[Ditulis oleh M. SURIPPUDDIN ABDURROCHIM, Ketua DKM. Ar-rahim, Guruminda, Bandung dan khatib Jumat beberapa masjid di Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 27 Mei 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: