MENGUNGKAP MAKNA KEBERKAHAN

Berkah atau barokah adalah kata sifat (naat) yang diharapkan melekat dalam segala hal yang dimilki oleh manusia. Manusia ingin memiliki rezeki yang berkah, umur yang berkah, keturunan yang berkah, dan sebagainya. Ada banyak cara yang digunakan manusia untuk mencapai keberkahan tersebut. Ada cara yang sehat, yang sesuai dengan ajaran Islam dan sunnatullah, ada juga yang sebaliknya.

Al-Faiyyumy dalam al-Misbah al- Munir, al-Fairuz Abadi dalam al-Qamus al-Muhith, dan Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab, mengatakan, al-Barakah berarti berkembang, bertambah, dan berbahagia. Sementara Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, "Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak."
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan, keberkahan adalah bertambahnya kebaikan. Artinya, keberkahan bila ada di tempat yang sedikit akan menjadikannya banyak, dan bila berada di tempat yang banyak akan menjadikannya bermanfaat.

Kita bisa mengukur keberkahan sesuatu dengan dua cara, yaitu
  • Pertama, dengan ukuran perubahan fisik atau wujud. Misalnya ketika punya rezeki, kemudian dipergunakan di jalan yang disyariatkan oleh Allah sehingga rezeki itu menjadi bertambah banyak. Perubahan wujud rezeki dari sedikit ke banyak merupakan bentuk keberkahan karena rezeki itu bertambah dan berkembang.
  • Kedua, dengan ukuran nonfisik. Artinya, bisa saja wujud rezekinya sedikit, tetapi kegunaan dan kebaikan dari rezeki tersebut berlipat ganda, tidak saja bagi pemiliknya tetapi juga untuk lingkungan sekitar. Yang kedua inilah wujud keberkahan yang sesungguhnya. Contoh, mungkin saja seseorang yang hanya memiliki sedikit harta benda tetapi karena harta itu penuh keberkahan, harta yang sedikit itu justru membimbingnya kepada jalan kebaikan.
Setelah mengetahui makna keberkahan yang telah diungkap beberapa ulama seperti di atas, wajar kalau manusia menginginkannya, tak terkecuali para Nabi 'alahimussalam. Hal itu kita ketahui secara eksplisit dari doa-doa yang mereka panjatkan kepada Allah SWT.

Di antaranya Rasulullah SAW. bersabda,
... Rab menyeru kepada Ayyub. 'Hai Ayyub, bukankah Aku benar-benar telah mencukupkanmu dari apa-apa yang engkau lihat ?" Ayyub menjawab, "Ya, demi kemulian-Mu. Tetapi, tidak ada kecukupan bagiku dari keberkahan-Mu." (HR. Bukhari)

Nabi Nuh AS. meminta kepada Rabnya agar diberi tempat yang diberkahi.
وَقُل رَّبِّ أَنزِلْنِي مُنزَلًا مُّبَارَكًا وَأَنتَ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ
Dan berdoalah, "Ya Rabku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (QS. Al-Mukminuun : 29)

Allah SWT. juga memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim AS.,
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَىٰ إِسْحَاقَ ۚ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ مُبِينٌ
Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (QS. Ash-Shaffaat : 112)

Demikian pula dengan Nabi Muhammad SAW., Beliau berdoa kepada Allah SWT.,
Dan berikanlah untukku keberkahan atas apa yang telah Engkau berikan." (HR. Tarmizi)

Saking bermaknanya kata yang bernama berkah ini, kita pun banyak menemukan doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. mengandung kata berkah.
  • Di antaranya, tatkala seorang Muslim berjumpa dengan Muslim lainnya, ia dianjurkan mengucapkan salam yang di dalamnya mengandung doa keberkahan,
    Assalaamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh. (Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya terlimpahkan atas kamu sekalian.)
  • Ketika seorang Muslim mengunjungi pernikahan Muslim lainnya, ia dianjurkan untuk berdoa dengan doa keberkahan,
    Baarakallaahu laka wa baaraka 'alaikuma wajaama'a bainakumafii khairin. (Semoga Allah memberkahimu, menjadikan kalian berdua tetap dalam keberkahan dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.)
  • Ketika seorang Muslim hendak masuk rumah, ia diperintahkan mengucap salam. Karena, ucapan salam itu adalah keberkahan bagi keluarganya.
    Anas bin Malik RA. berkata, bahwa Rasulullah SAW. berkata kepadaku, "Wahai anakku, apabila engkau masuk rumah, ucapkanlah salam, semoga ia menjadi keberkahan atasmu dan atas keluargamu." (HR. Tirmizi)
  • Ketika seorang Muslim mau makan, ia diperintahkan untuk membaca doa dengan doa keberkahan,
    Allahumma baarik lanaa fiimaa razagtanaa waqinaa 'azabannaar. (Ya Allah semoga Engkau memberikan keberkahan terhadap apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari api neraka)
    Setelah makan, ia juga dianjurkan untuk menjilat jarinya.
    Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya kalian tidak tahu di manakah letak keberkahan itu." (HR. Muslim)
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi ke dalam tiga bentuk, yaitu
  • Pertama, keberkahan dalam rezeki. Dalam hal ini, Ibnu Qayyim berkata, "Tidaklah kelapangan rezeki dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi, kelapangan rezeki dan umur diukur dengan keberkahan-Nya." (Al-Jawabul Kafi kar-ya Ibnu Qayyim, hal. 56)
    Indikator keberkahannya terletak pada sejauh mana rezeki tersebut membawa manfaat dan kebaikan bagi pemiliknya dan lingkungan sekitarnya. Artinya, kalau seseorang memiliki harta yang banyak tetapi hartanya tidak membawa kebaikan bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungan sekitarnya, maka dapat dipastikan bahwa harta tersebut tidak berkah.
    Salah satu prasyarat mutlak keberkahan rezeki adalah rezeki tersebut tentu saja harus didapatkan dengan cara yang halal. Mustahil rezeki menjadi berkah jika didapatkan dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam dan sunnatullah. Rezeki hasil korupsi misalnya, tidak akan berkah karena cara mendapatkannya menimbulkan kemadaratan bagi manusia lainnya.
    Sayangnya di Indonesia, fenomena mendapatkan rezeki dengan cara-cara seperti itu, seperti sudah menjadi budaya. Padahal kondisi tersebut merupakan tanda akhir zaman seperti yang disitir Rasulullah SAW. dalam sabdanya,
    Akan datang suatu zaman di mana seseorang tidak memperdulikan darimana ia mendapatkan harta, apakah dari sumber yang halal ataupun haram. (HR. Nasa'i)
  • Kedua, keberkahan dalam keturunan (dzurriyyah). Indikator keberkahan dalam keturunan adalah keturunan yang saleh. Kesalehan yang dimaksud bukan terbatas pada kesalehan ritual, tetapi juga menyangkut kesalehan yang punya implikasi secara sosial. Keturunan yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk kemanusiaan secara keseluruhan.
  • Ketiga, keberkahan dalam umur. Umur yang diberikan betul-betul dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah SAW. bersabda,
    Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya." (HR. Ahmad)
    Setiap hari umur kita bertambah. Pertambahan umur itu sebenarnya mengurangi jatah waktu kita untuk berada di dunia yang fana ini. Oleh karena itu, semakin bertambah umur mestinya kita semakin menjadi lebih baik dengan terus melakukan perbaikan diri dalam melakukan pengabdian kepada Allah SWT.
Wallahu'alam bissawab.***

[Ditulis oleh ERICK HILALUDDIN, khatib Jumat pada beberapa masjid di Cimahi dan pernah menjadi santri di Pesantren Modern Mathla'ul-Huda Baleendah Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 6 Mei 2011, pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: