HIDAYAH AGAMA

Setiap melaksanakan shalat, kita senantiasa memohon diberi hidayah oleh Allah SWT. Dalam surat Al-Fatihah ayat keenam, berulang-ulang kita mengucapkan,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
"Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus."

Apabila kita hendak bercocok tanam dan kita datang ke penyuluh pertanian untuk meminta petunjuk cara bercocok tanam, dalam sehari kita menghadap sebanyak tujuh belas kali. Kemudian kita diberikan buku petunjuk tentang cara bercocok tanam. Akan tetapi, buku tersebut disimpan di meja. Kemudian datang lagi setiap hari ke bagian penyuluh pertanian untuk meminta petunjuk, sementara buku petunjuknya tidak dibaca. Tidak mustahil penyuluh itu akan marah dan merasa dilecehkan.


Demikian halnya kita yang memohon petunjuk Allah SWT. sebanyak 17 kali dalam sehari semalam pada 17 rakaat shalat fardu, belum lagi dalam shalat sunah lainnya. Akan tetapi, Al-Quran sebagai sumber petunjuk tidak kita baca dan dipelajari. Tidak mustahil Allah akan bertambah murka kepada kita. Karena setiap membaca
ihdina, kita tidak pernah mempelajari Al-Quran.

Doa kita dalam surat Al-Fatihah menunjukkan bahwa betapa pentingnya hidayah Allah SWT. dalam kehidupan manusia, sehingga dalam sehari semalam, minimal kita memohonnya sebanyak tujuh belas kali. Hidayah itu betul-betul anugerah dari Allah, karena terkadang orang tuanya penentang ajaran Islam, seperti Abu Jahal, tetapi anaknya menjadi pengikut setia Nabi, yaitu Ikrimah.


Dilihat dari bentuk kalimatnya pun, lafaz
ihdina menunjukkan kepada bentuk jamak (plural), tidak dengan lafaz ihdiny (tunjukkanlah aku), walaupun kita membacanya seorang diri bahkan dalam shalat munfarid sekalipun. Hal ini mengingatkan kita agar berjamaah dalam meraih hidayah agama.

Kalau kita cermati, permohonan tersebut diucapkan oleh seorang Muslim di saat shalat, yang berarti ia sudah mendapatkan hidayah. Apakah itu tidak termasuk seperti dalam
ushul fiqh kepada tahshilul hashil (mengusahakan sesuatu yang sudah berhasil), seperti menyuruh makan kepada orang yang sudah makan, atau menyuruh tidur kepada orang yang sedang tidur.

Imam Ath-thobary
menjelaskan maksud ungkapan seorang Muslim yang sedang shalat dengan lafaz ihdina, yaitu "berilah kami taufik agar kami berada dalam hidayah-Nya." Kita memohon kepada Allah agar senantiasa berada dalam hidayah-Nya sampai akhir hayat kita. Karena kenyataannya, ada orang yang telah mendapatkan hidayah tetapi akhirnya mati dalam kekufuran, seperti yang terjadi pada Tsa'labah di zaman Nabi dan karena itulah ada doa sebagaimana dalam QS. Ali Imran Ayat 8,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)."

Harapan kita dengan doa
ihdina tidaklah termasuk kategori tahshilul hashil, tetapi termasuk kepada takmilul kamil (menyempurnakan lagi yang telah sempurna). Kita memohon kesempurnaan atau kemantapan hidayah, seperti yang telah diperoleh para sahabat Nabi. Allah berfirman dalam QS. Maryam ayat 76,
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى ۗ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا
"Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya."

Oleh karena itu, hidayah agama itu ada 2 (dua) macam.
  1. Hidayah ad-dilalah yaitu hidayah yang bersifat informasi, penjelasan, atau keterangan tentang ajaran Islam, seperti bagaimana petunjuk pelaksanaan shalat, shaum, zakat, atau haji. Allah SWT berfirman dalam QS. Asyura ayat 52,
    وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
    "Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Alkitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus."
  2. Hidayah at-taufiq yaitu hidayah dalam arti kemampuan dan kesadaran untuk melaksanakan isi petunjuk, dan hal ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah SWT. sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Qashash ayat 56,
    إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
    "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
Kalau kita memperhatikan orang-orang yang menerima dakwah Nabi, ternyata respons para sahabat bermacam-macam. Ada yang menerima dakwah Nabi pada awal-awal tahun kenabian, ketika Nabi memulai dakwahnya, seperti Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. Ada pula yang menerima dakwah Nabi padahal sebelumnya memusuhi bahkan memerangi Nabi, seperti Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid. Umar bin Khattab baru masuk Islam pada tahun keenam kenabian. Umar masuk Islam setelah membaca lima ayat Al-Quran dari surat Thaha yang sedahg dibacakan oleh anak saudaranya. Dia berkata, "Sungguh indah dan mulia kata-kata ini (Al-Quran)." Pada saat itu juga, dia langsung mencari Nabi dan menyatakan diri masuk Islam. Demikian juga dengan Khalid bin Walid. Di waktu perjanjian Hudaibiyyah, dia masih menjadi panglima kaum kafir, tetapi ketika Futuh Mekah, ia menjadi panglima kaum Muslim.

Selain itu, ada pula yang menerima dakwah Nabi di akhir hayatnya dan hanya menjalani satu hari setelah dia masuk Islam. Suatu hari ada seseorang yang menawarkan diri untuk berperang dengan Nabi, apakah saya masuk Islam dulu atau langsung ikut berperang denganmu ya Rasulullah ? Nabi menjawab, masuk Islam dulu baru ikut berperang denganku.


Kemudian saat itu juga ia masuk Islam dan langsung ikut berperang dengan Nabi, dan ternyata dia terbunuh dalam pertempuran itu. Sabda Nabi, "
Sungguh beruntung orang ini, amalnya sedikit, tetapi mendapatkan pahala yang besar." Orang itu dianggap sebagai mati syahid dan berhak masuk surga, seperti halnya orang yang telah lama masuk Islamnya.

Hal ini hendaklah dijadikan pelajaran bagi kita untuk tidak berputus asa dalam berdakwah dan terus berharap mendapat hidayah agama.***


[Ditulis oleh KH. ACENG ZAKARIA, Ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan Pimpinan Pondok Pesantren Persis 99 Rancabango Garut. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 17 Juni 2010 dari kolom "CIKARAKCAK"]

0 comments: