22. KESAKSIAN ATAS TINDAKAN HAMBA

BUKU PERTAMA
PENJABARAN MENYELURUH IYYAKA NA'BUDU WA IYYAKA NASTA'IN

(22) KESAKSIAN ATAS TINDAKAN HAMBA

Ada 13 (tiga belas) kesaksian terhadap tindakan hamba :
  1. Unsur hewani dan mengumbar nafsu,
  2. Memenuhi ilustrasi naluri dan tuntutan instink,
  3. Berbuat di luar kehendak,
  4. Takdir tidak mempunyai campur tangan,
  5. Hikmah,
  6. Taufik dan penelantaran,
  7. Tauhid,
  8. Asma' dan sifat,
  9. Iman dan pendukung-pendukungnya,
  10. Rahmat,
  11. Kelemahan dan ketidak berdayaan,
  12. Kehinaan, kepasrahan dan kebutuhan,
  13. Kecintaan dan ubudiyah.
4 (Empat) yang pertama merupakan kesaksian dari orang-orang yang menyimpang, delapan yang lainnya dari orang-orang yang istiqamah, dan yang tertinggi adalah kesaksian kesepuluh. Uraian tentang masalah ini merupakan inti kandungan buku ini dan paling bermanfaat bagi setiap pembaca, yang tak pernah saya bahas dalam buku-buku lain kecuali di dalam Safarul-Hijratain Fi Thariqil-Hijratain. Inilah uraian masing-masing :

1. Kesaksian Hewani dan Pemenuhan Nafsu.

Kesaksian unsur hewani dan pemuasan nafsu merupakan kesaksian orang-orang bodoh, yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua jenis hewan kecuali dalam postur dan cara bicara. Hasrat mereka hanya untuk mendapatkan nafsu, entah dengan cara apa pun. Jiwa mereka adalah jiwa hewan dan tidak pernah naik ke derajat manusia, apalagi derajat malaikat. Tapi keadaan masing-masing orang di antara mereka berbeda-beda tergantung dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat mereka.


Di antara mereka ada yang memiliki unsur anjing. Andaikan dia menemukan bangkai yang bisa mengenyangkan seribu anjing, niscaya dia akan menguasainya dan tidak memberikan kesempatan kepada anjing-anjing lain untuk mencicipinya. Dia akan menyalak untuk mengusir anjing-anjing yang lain. Sehingga anjing-anjing lain tidak bisa mendekati bangkai itu kecuali dengan cara paksa atau mengalahkannya. Hasratnya yang terpenting adalah mengenyangkan perutnya sendiri, entah dengan makanan apa pun, bangkai atau disembelih, baik atau buruk, dan dia tidak perlu malu karena mengkonsumsi makanan yang buruk. Jika engkau membawanya serta, maka dia akan mengulurkan lidah, dan jika engkau meninggalkannya, dia juga tetap akan mengulurkan lidah. jika engkau memberinya makanan, maka dia akan mengibas-ngibaskan ekornya dan berputar-putar di sekelilingmu, namun jika engkau tidak memberinya makan, maka dia akan menyalak di hadapanmu.


Di antara mereka ada yang jiwanya seperti keledai, yang tidak diciptakan kecuali untuk diberi makan dan dipekerjakan. Jika porsi makanannya bertambah, maka porsi kerjanya juga harus bertambah. Keledai merupakan hewan yang paling sedikit bicaranya dan paling bodoh. Karena itu Allah mengumpamakan orang bodoh ini dengan keledai yang membawa Al-Kitab. Sekalipun dia membawanya, tapi dia tidak mengetahui, memahami dan tidak bisa mengamalkannya. Sementara Allah mengumpamakan ulama yang buruk seperti anjing. Dia diberi pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, namun dia mengingkarinya dan lebih suka mengikuti hawa nafsunya.


Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan buas yang selalu mengumbar amarahnya. Hasratnya adalah bermusuhan dengan orang-orang lain, memaksa mereka dengan kekuatannya. Di antara mereka ada yang jiwanya seperti tikus, yang memiliki tabiat yang kotor dan mendatangkan kerusakan bagi apa pun yang ada di sekitarnya. Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan yang beracun dan menyengat, seperti ular, kalajengking dan lain-lainnya. Bahkan dengan matanya pun dia bisa menimbulkan bencana bagi orang lain. Jiwanya bergolak karena amarah dan dorongan rasa dengki dan kesombongan. Sementara korbannya dicari kelengahannya. Matanya menyengat seperti ular yang menyengat bagian tubuh manusia yang tidak tertutup. Setiap orang bisa menjadi korbannya, karena itu mereka harus melindungi dirinya dengan baju besi dan tameng, berupa dzikir-dzikir seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tapi jika seseorang merasa bahwa dia akan menimpakan bahaya kepada orang Iain yang terpancar lewat matanya, maka dia harus bisa menahan dan menguasainya. Karena di antara jiwa manusia itu ada yang seperti jiwa hewan, maka begitulah penafsiran Sufyan bin Uyainah terhadap surat Al-An'am: 38, "
Dan, tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian."

Pengumpamaan ini menjadi rujukan bagi para pena'wil mimpi, karena orang yang bermimpi melihat hewan tertentu dalam mimpinya. Bahkan tidak jarang mimpi-mimpi ini juga kita alami sendiri dan memang ada kesesuaian dengan kejadian sesungguhnya, dan ternyata ta'wil itu juga sesuai dengan karakter hewan yang dilihat dalam mimpi. Sewaktu perang Uhud Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bermimpi melihat sapi yang disembelih. Kejadian yang sesungguhnya, banyak orang Mukmin yang dibunuh orang-orang kafir. Sementara titik kesesuaiannya, sapi adalah binatang yang paling banyak manfaatnya bagi kehidupan di dunia, di samping postur badannya yang tinggi, besar, namun mudah dikendalikan dan tunduk. Sedangkan Umar bin Al-Khaththab bermimpi dirinya dipatuki ayam sebanyak 3 (tiga) kali, hingga kemudian dia dibunuh Abu Lu'lu'ah. Ayam merupakan hewan peliharaan selain bangsa Arab, seperti Abu Lu'lu'ah yang bukan dari bangsa Arab.


Di antara manusia ada yang jiwanya seperti babi. Dia melewati barang-barang yang bagus, tapi menoleh pun tidak. Namun jika ada orang yang membuang sampah, maka dia akan menyantapnya hingga habis. Banyak orang yang mendengar dan melihat hal-hal yang baik pada dirimu, jauh lebih banyak dari keburukan-keburukanmu. Namun dia tidak menjaganya dan tidak menceritakannya seperti kenyataannya. Tapi jika dia melihat sesuatu yang buruk atau aib, maka dia akan menjadikannya sebagai santapan yang empuk. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat burung merak, yang membungkus dirinya dengan bulu-bulunya yang cantik dan menarik serta bersolek, namun di dalamnya tidak ada apa-apa. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti onta, hewan yang paling pendengki dan paling kasat hatinya. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti beruang, tidak banyak bicara namun sangat jahat. Dan, masih banyak hewan-hewan lain yang mengindikasikan sifat manusia.


Namun di antara tabiat hewan yang paling terpuji adalah tabiat kuda, yang jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia. Begitu pula kambing. Maka siapa yang dirinya mempunyai kemiripan dengan hewan-hewan ini, maka seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat darinya. Jika dia mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak lebih nyata. Karena itu Allah mengharamkan daging hewan buas, karena dengan memakan dagingnya, bisa menimbulkan kemiripan dengannya.


Dengan kata lain, siapa yang memiliki kesaksian-kesaksian ini, maka mereka tidak memiliki kesaksian selain kecenderungan terhadap jiwa dan nafsunya, sehingga mereka tidak mengenal yang selain itu.


2. Kesaksian Ilustrasi Naluri dan Tuntutan Instink

Seperti kesaksian orang-orang zindiq dan filosof. Mereka menganggap ilustrasi naluri ini merupakan tuntutan diri manusia. Komposisi diri manusia itu terdiri dari empat tabiat yang kemudian bercampur sesuai dengan campuran masing-masing, sebagian bisa mengalahkan sebagian yang lain dan ada yang menyimpang dari kewajarannya, tergantung dari proses pencampuran itu. Komposisi dirinya yang terdiri dari badan, jiwa, naluri dan campuran-campuran unsur hewan, dikuasai oleh pengaruh naluri dan ilustrasi instink ini, yang tidak bisa diatur kecuali dengan pengatur tertentu, entah berasal dari dirinya atau dari luar dirinya. Sementara mayoritas manusia tidak mempunyai pengatur dari dirinya sendiri. Kebutuhannya terhadap pengatur di atas dirinya membuat dirinya berada di bawah kekuasaannya, seperti kebutuhan manusia terhadap makan, minum dan pakaian. Maka selagi orang yang berakal mempunyai pengatur dari dirinya, maka dia tidak memerlukan perintah, larangan dan kontrol dari orang selain dirinya. Kesaksian pada diri mereka berasal dari aktivitas jiwa yang bisa memilih apa pun yang hendak dipilihnya sendiri, yang tentunya tidak lepas dari kejahatan, seperti aktivitas naluri yang memaksanya, yang tentunya harus menerima perubahan.


3. Kesaksian Fabariyah

Mereka mempersaksikan bahwa tindakan mereka sudah ditetapkan, sehingga semua tindakan terjadi begitu saja di luar kekuasaan mereka. Bahkan mereka tidak mau mempersaksikan bahwa semua itu merupakan tindakan mereka sendiri. Mereka berkata, "Pada hakikatnya seseorang bukanlah sang pelaku dan juga tidak berkuasa. Pelakunya adalah orang selain dirinya dan siapa yang menggerakkannya. Dia hanya sekedar sebagai alat, dan tindakannya seperti angin yang berhembus atau seperti gerakan pohon yang dihembus angin. Jika tindakan mereka diingkari, maka mereka berhujjah dengan takdir. Bahkan mereka sangat berlebihan dalam masalah ini, sehingga menganggap semua tindakan mereka merupakan ketaatan, yang baik maupun yang buruk.


4. Kesaksian Qadariyah

Mereka mempersaksikan bahwa semua tindak kejahatan dan dosa berasal dari diri manusia dan mutlak berdasarkan kehendaknya, sementara Allah tidak mempunyai kehendak apa pun dan tidak mempunyai ketetapan takdir terhadap tindakan manusia, tidak pula kuasa memberi petunjuk maupun menyesatkan, tidak kuasa memberikan ilham petunjuk dan kesesatan. Manusia menciptakan perbuataannya tanpa ada sangkut pautnya dengan kehendak Allah. Kesaksian-kesaksian berikut ini merupakan kesaksian orang-orang yang istiqamah.


5. Kesaksian Hikmah

Maksudnya adalah kesaksian hikmah Allah dalam takdir-Nya terhadap hamba, berkaitan dengan hal-hal yang dibenci, dicela dan yang mendatangkan siksa-Nya. Andaikan Allah menghendaki, tentu Dia akan menghalangi dirinya untuk melakukan hal yang dibenci itu. Tidak ada sesuatu pun di alam ini melainkan berdasarkan kehendak-Nya.


Mereka mempersaksikan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia dan tanpa makna, Dia mempunyai hikmah dalam segala kekuasaan dan ketetapan-Nya, baik maupun buruk, ketaatan maupun kedurhakaan. Di sana banyak hikmah yang tidak bisa ditangkap akal dan tidak bisa digambarkan dengan perkataan. Sumber ketetapan dan kekuasaan-Nya, apa yang dibenci dan dimurkai-Nya adalah asma' Al-Hakim, yang hikmah-Nya bisa ditangkap orang-orang yang berakal. Ketika para malaikat mempertanyakan penciptaan manusia, maka Allah menjawab, "
Aku mengetahui apa yang kalian tidak mengetahuinya." Yang pertama kali bisa dipersaksikan orang-orang yang memiliki bashirah dengan mata hatinya ialah,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha-suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191)

Berapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi yang menunjukkan keberadaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya, bahwa penyebabnya adalah kedurhakaan ana^k keturunan Adam dan dosa-dosanya, seperti kaum Nuh yang ditenggelamkan dan keselamatan para penolong dan pengikutnya. Begitu pula kebinasaan kaum Ad dan Tsamud atau lain-lainnya yang muncul di setiap zaman. Allah mempunyai tanda kekuasaan pada diri Fir'aun dan kaumnya, tatkala Musa diutus kepadanya. Andaikan mereka tidak durhaka dan tidak kufur, maka tanda-tanda kekuasaan dan hal-hal yang menakjubkan tidak akan terjadi. Di dalam Taurat disebutkan, "
Allah befirman kepada Musa, 'Pergilah kepada Fir'aun karena aku akan mengeraskan hatinya dan menghalanginya untuk beriman, agar Aku dapat tanda-tanda kekuasaan dan kejaiban-Ku di Mesir'."

Begitu pula apa yang diperlihatkan Allah, yang merubah api menjadi dingin dan merupakan keselamatan bagi Ibrahim, karena dosa dan kedurhakaan kaumnya, hingga akhirnya beliau mendapatkan status kekasih.


Ada satu contoh yang sangat jelas tentang hal ini, yaitu kalau bukan karena kedurhakaan yang dilakukan bapak sekalian manusia, yang memakan buah pohon larangan, tentu tidak akan muncul hal-hal yang dicintai di mata Allah, yaitu berupa ujian terhadap hamba, kewajiban yang dibebankan kepadanya, para rasul yang diutus, berbagai kitab yang diturunkan, para wali yang dimuliakan, musuh-musuh yang dihinakan, keadilan dan karunia yang diperlihatkan. Taruklah bahwa Adam tidak melakukan kedurhakaan dan tidak dikeluarkan dari surga bersama anak-anaknya, tentu semua ini tidak akan terjadi, kekuatan yang tersembunyi di dalam hati Iblis tidak diketahui lewat perbuatannya, hingga diketahui Allah dan para malaikat, manusia yang baik tidak bisa dibedakan dengan manusia yang buruk dan tidak tampak kesempurnaan malaikat, yang di dunia mereka tidak ada istilah kemuliaan, pahala, siksa, kebahagian, kesengsaraan dan lain-lainnya.


Ini merupakan satu titik dari lautan hikmah Allah pada makhluk-Nya. Orang yang berilmu bisa melihat apa yang ada di balik semua itu dengan ilmunya, sehingga dia bisa mengetahui keajaiban hikmah Allah yang tidak bisa diungkap lewat kata-kata.


6. Tauhid

Seseorang mempersaksikan kesendirian Allah dalam penciptaan dan hikmah. Apa pun yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Tidak ada satu atom pun yang bergerak kecuali dengan izin-Nya. Semua makhluk ada dalam genggaman-Nya dan tidak ada hati melainkan ada di antara dua jari Allah. Dia bisa membalik dan mengubahnya menurut kehendak-Nya. Dialah yang mendatangkan ketakwaan ke jiwa orang-orang Mukmin, Dialah yang menunjuki dan mensucikannya, Dialah yang mengilhamkan kesesatan orangorang yang sesat dan fasik. Firman-Nya,

مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ
"Dan, siapa yang disesatkan Allah, maka baginya tidak ada orang yang akan memberi petunjuk." (QS. Al-A'raf : 18

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan, "Iman kepada qadar merupakan tatanan tauhid. Siapa yang mendustakan qadar, maka pendustaannya ini telah membatalkan tauhidnya. Siapa yang beriman kepada qadar, maka imannya itu telah membenarkan tauhid."

Dengan kesaksian ini seorang hamba memiliki kemantapan derajat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, dari segi ilmu dan keadaan, sehingga pijakan kakinya pada tauhid Rububiyah menjadi mantap, lalu meningkat ke tauhid Uluhiyah. Siapa yang percayai jahwa mudharat dan manfaat, pemberian dan penahanan, petunjuk dan kesesatan, kebahagiaan dan penderitaan ada di Tangan Allah dan bukan di tangan selain-Nya, bahwa Dialah yang berbuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya, berarti dia adalah orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan, paling dicintai, paling ditakuti dan paling diharapkan. Ini merupakan tanda tauhid Uluhiyah, yang masuk ke dalam hati lewat pintu tauhid Rububiyah.


7. Taufik dan Penelantaran

Orang-orang yang mengetahui tentang Allah sepakat bahwa yang dimaksudkan taufik di sini adalah : Allah tidak memasrahkanmu kepada dirimu sendiri. Sedangkan penelantaran ialah : Allah menyerahkanmu kepada dirimu sendiri. Seorang hamba berganti-ganti keadaan, terkadang dalam taufik-Nya dan terkadang dalam penelantaran-Nya. Bahkan pada satu saat seseorang bisa berada dalam taufik dan juga penelantaran-Nya. Dia taat, ridha dan mensyukuri taufik-Nya, kemudian dia durhaka, marah dan melalaikan-Nya. Yang pasti dia berputar di antara taufik dan penelantaran-Nya. Allah memberinya taufik dengan karunia dan rahmat-Nya, menelantarkannya dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah tetap terpuji dalam 2 (dua) keadaan ini dan Dia lebih tahu di mana meletakkan masing-masing pada tempatnya.


Dengan kesaksian ini seorang hamba mempersaksikan taufik dan penelantaran Allah, sebagaimana dia mempersaksikan Rububiyah dan penciptaan-Nya, lalu memohon taufik-Nya dan berlindung dari penelantaran-Nya dengan penuh kepasrahan dan ketundukan, merasa dirinya tidak mampu mengatur mudharat dan manfaat, hidup dan mati. Dengan kata lain, taufik adalah kehendak Allah terhadap hamba untuk melakukan sesuatu yang bermaslahat baginya, seperti menjadikannya mampu melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, yang dicintai-Nya dan lebih mementingkan-Nya daripada yang lain serta membenci apa yang dibenci Allah. Ini hanya sekedar perbuatannya, belum yang lain-lain. Firman-Nya,

لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً
"Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah." (QS. Al-Hujurat : 7-8)

Allah befirman, "
Kecintaan kalian kepada iman dan keindahan iman itu di dalam hati kalian, bukan berasal dari dari kalian, tetapi Allah-lah yang menjadikan iman itu ada di dalam hati kalian, sehingga kalian lebih mementingkannya dan ridha kepadanya. karena itu janganlah kalian berbuat lancang di hadapan rasul-Ku, janganlah mengatakan sebelum dia mengatakan dan janganlah kalian berbuat sebelum dia memerintahkan."

Perumpamaan tentang taufik dan penelantaran ini seperti seorang raja yang mengirim utusan kepada segolongan orang dari rakyatnya. Dia menulis surat kepada mereka, yang berisi pemberitahuan tentang musuh yang tak lama lagi akan datang menyerbu dan slap menghancurkan tempat mereka. Bersamaan dengan itu raja juga menyiapkan kendaraan, bekal dan segala persiapan untuk pengungsian serta penunjuk jalan. Utusan itu berkata, "Pergilah kalian dari tempat ini dan ikutilah penunjuk jalan." Raja itu juga mengutus para pengawalnya untuk membawa orang-orang tertentu dan meninggalkan yang lain, karena kelompok yang terakhir ini memang tidak layak menjadi rakyatnya. Ketika musuh menyerang, maka orang-orang yang masih tertinggal ada yang dibunuh dan ada pula yang ditawan.


Apakah raja ini dianggap berbuat zhalim kepada mereka ataukah berbuat adil ? Dia memberikan kemurahan hatinya kepada orang-orang tertentu dan membiarkan yang lain. Tentu saja Allah terlalu agung untuk dimisalkan seperti ini.


8. Asma' dan Sifat

Kesaksian ini lebih tinggi dan lebih luas dari sebelumnya. Yang terlihat dalam kesaksian ini adalah pengetahuan tentang ketergantungan makhluk terhadap Asma'ul-husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi serta kesempurnaan-Nya. Ini merupakan ma'rifat dan pengetahuan yang paling agung dan mulia. Setiap asma' Allah memiliki sifat khusus yang menggambarkan pujian dan kesempurnaan. Setiap sifat mempunyai konsekuensi dan tindakannya. Tindakan ini berkaitan dengan apa yang ditindakkan, sesuai dengan kelayakannya. Inilah yang berlaku pada penciptaan dan perintah-Nya, pahala dan siksaan-Nya. Semua itu merupakan pengaruh dari Asma'ul-husna dan keharusan-keharusannya.


Asma' Allah Al-Hamid, Al-Majid, Al-Hakim menghalangi Allah untuk membiarkan manusia dalam keadaan sia-sia dan terabaikan, tidak mendapat perintah dan larangan, tidak diberi pahala dan siksa. Asma' Al-Maliku, Al-Hayyu menghalangi Allah untuk menganggur tanpa berbuat apa-apa, karena hakikat hidup adalah berbuat dan setiap yang hidup tentu berbuat. Asma' As-Sami', Al-Bashir mengharuskan Allah untuk mendengar dan melihat segala apa pun, yang kecil maupun yang besar. Asma' Al-Ghaffar, At-Tawwab, Al-Afuwwu mengharuskan adanya kaitan-kaitan dengan asma' ini, seperti keharusan adanya kesalahan yang harus diampuni, taubat yang diterima dan kejahatan yang dimaafkan. Allah juga mencintai siapa pun yang berbuat sesuai dengan asma' dan sifat-sifat-Nya. Allah yang Al-Alim mencintai orang yang berilmu. Allah yang Al-Witru mencintai shalat witir. Allah yang Al-Jamil mencintai keindahan. Allah yang Asy-Syakur mencintai orang yang bersukur. Begitu pula dengan asma' dan sifat-sifat-Nya yang lain.


9. Tambahan Iman Pendukung-pendukungnya

Ini merupakan kesaksian yang paling halus dan paling khusus bagi orang-orang yang memiliki ma'rifat. Boleh jadi orang yang mendengarnya akan menolak kesaksian ini dengan berkata, "
Bagaimana mungkin iman bisa bertambah karena ada dosa dan kedurhakaan ? Bukanlah itu justru mengurangi iman ? Sementara orang-orang salaf juga sudah sepakat, bahwa iman bisa bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kedurhakaan."

Kesaksian ini berasal dari orang yang memiliki ma'rifat, yang jeli melihat dosa dan kedurhakaan pada dirinya maupun pada orang lain, serta pengaruh yang diakibatkannya. Hasilnya lebih lanjut, dia mendapatkan salah satu panji nubuwah dan keterangan yang jelas tentang kebenaran para rasul serta apa yang dibawa para rasul itu. Sementara para rasul memerintahkan manusia kepada perkara-perkara yang membawa kebaikan zhahir dan batinnya, mencegah mereka dari hal-hal yang mendatangkan kerusakan dalam kehidupannya. Mereka memberitahukan bahwa Allah mencintai ini dan itu, membenci ini dan itu, memberi pahala ini dan itu, menghukum ini dan itu. Jika Allah ditaati karena apa yang diperintahkan-Nya, maka Dia mensyukurinya dengan memberikan tambahan ketaatan, kenikmatan di badan dan hati, sehingga hamba merasakan betul tambahan ini. Jika Allah didurhakai, maka akan mengakibatkan munculnya kelemahan, kerusakan dan kehinaan. Allah befirman tentang 2 (dua) fenomena ini,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَ
"Dan, hendaklah kalian meminta ampun kepada Rabb kalian dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepada kalian sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (QS. Hud : 3)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan, barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha : 124)

Ada yang menafsiri kehidupan yang sempit di dalam ayat ini adalah siksa kubur. Yang benar, hal ini berlaku di dunia dan juga di alam Barzakh (kubur). Dengan kata lain, siapa yang berpaling dari peringatan yang diturunkan Allah, niscaya dadanya akan terasa sesak, kehidupannya sulit, selalu dihantui perasaan takut, terlalu berat memikul beban kehidupan dunia, merasa merugi sebelum mendapatkan keduniaan dan setelah mendapatkannya. Hampir tak ada waktu dalam hidupnya yang tidak diwarnai kegelisahan dan penderitaan.


10. Rahmat

Jika seseorang berbuat salah atau durhaka terhadap orang lain, maka dari hati orang yang didurhakai ini muncul sifat kekerasan, kekasaran dan amarah. Bahkan andaikan mampu, dia akan melibasnya dan berdoa kepada Allah untuk mencelakakan serta menghukumnya, karena dorongan amarah di dalam hatinya dan ambisinya agar tidak didurhakai. Di dalam hatinya tidak ada sedikit pun rasa belas kasihan terhadap orang yang bersalah kepadanya, dia memandangnya dengan pandangan mencemooh, mencaci dan mencelanya. Tapi jika karena satu sebab tertentu orang yang bersalah ini menghadap kepadanya layaknya seorang tawanan, merengek-rengek sambil meminta belas kasihannya, memohon layaknya orang yang terpaksa, maka kekerasan hati itu akan berubah menjadi kelembutan dan kasih sayang. Yang tadinya dia mendoakan kecelakaan baginya, berubah mendoakan keselamatan baginya dan memohonkan ampunan kepada Allah. Ini merupakan kesaksian yang nyata bagi manusia dan mengandung pengertian yang besar.


11. Kelemahan dan Ketidakberdayaan

Kesaksian yang kesepuluh melahirkan kesaksian ini, bahwa hamba terlalu lemah dan terlalu tidak berdaya untuk menjaga dirinya sendiri, bahwa dia tidak mempunyai daya dan kekuatan kecuali yang datang dari Allah. Hal ini memberikan kesaksian kepada hatinya, bahwa dia seperti sehelai bulu yang jatuh di padang luas yang kosong, dihempas angin ke kanan dan ke kiri. Hal ini memberikan kesaksian kepadanya bahwa dia tak ubahnya penumpang perahu yang terombang-ambing di tengah lautan yang ganas, yang dipermainkan gulungan ombak, kadang tenggelam dan kadang muncul ke permukaan, sehingga yang menyisa pada dirinya tinggal tangan takdir. Atau dia ibarat alat yang ada di tangan operatornya, tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya, tidak bisa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, tidak memiliki hidup dan mati. Yang dia miliki hanyalah kebodohan, kepasrahan dan ketidakberdayaan. Kematian lebih dekat kepadanya daripada tali selopnya, seperti seekor domba di tengah binatang-binatang buas, yang hanya bisa diselamatkan penggembala.


Beginilah keadaan hamba di hadapan Allah dan bahkan di hadapan musuh-musuhnya dari syetan-syetan yang berupa jin dan manusia. Jika Allah melindungi dan menjaganya, maka mereka tidak akan mampu berbuat apa pun terhadap dirinya. Jika Allah membiarkan dan menelan-tarkannya, walau sekejap mata pun, maka dia akan menjadi bagian bagi siapa pun di antara mereka yang beruntung mendapatkan dirinya.


Dengan kesaksian ini seorang hamba bisa mengetahui dirinya secara hakiki dan sekaligus mengetahui Rabb-nya. Ini merupakan salah satu ta'wil dari pepatah yang sudah terkenal, "
Siapa yang mengetahui dirinya, tentu mengetahui Rabb-nya." Tapi perlu dicatat, ini hanya sekedar perkataan seseorang dan bukan hadits dari Rasulullah. Di sana ada pula atsar Isra'iliyat dengan kalimat yang tak jauh berbeda, "Wahai manusia, kenalilah Rabb-mu, niscaya engkau akan mengenali dirimu sendiri." Ada 3 (tiga) ta'wil tentang pepatah ini :
  1. Siapa yang mengetahui kelemahan dirinya, tentu mengetahui kekuatan Rabb-nya. Siapa yang mengetahui ketidakberdayaan dirinya, tentu mengetahui kekuasaan-Nya. Siapa yang mengetahui kehinaan dirinya, tentu mengetahui kemuliaan-Nya. Siapa yang mengetahui kebodohan dirinya, tentu mengetahui ilmu-Nya. Allah memiliki kesempurnaan, pujian dan kekayaan secara total, sedangkan hamba adalah yang miskin dan serba kurang serta selalu membutuhkan. Seberapa jauh seseorang mengetahui kadar kehinaan, kelemahan, kemiskinan dan kebodohan dirinya, maka sejauh itu pula dia bisa mengetahui sifat-sifat kesempurnaan Rabb-nya.
  2. Siapa yang memandang sifat-sifat pujian, kehidupan, kekuatan dan kehendak pada dirinya, maka dia mengetahui bahwa yang memberi-nya semua itu lebih layak memiliki semua pemberian itu. Yang memberi kesempurnaan lebih layak mempunyai kesempurnaan itu. Bagaimana mungkin seorang hamba bisa hidup, berbicara, mendengar, melihat, berkehendakdan berilmu, sementara yang menciptakannya tidak mampu melakukan semua itu ? Tentu saja ini mustahil. Yang membuat hamba bisa berbicara, lebih mampu berbicara. Siapa yang membuat hamba bisa hidup, berilmu, mendengar, melihat dan berbuat, lebih layak dan lebih mampu melakukan semua itu. Ini merupakan ta'wil dari sisi kelayakan, sedangkan ta'wil yang pertama dari sisi kebalikannya.
  3. Ini merupakan ta'wil dari sisi penafian. Artinya, andaikan engkau tidak mengetahui dirimu sendiri, padahal engkaulah yang paling dekat dengan dirimu, maka engkau pun tidak akan tahu hakikat dan seluk beluk dirimu. Jika seperti ini keadaannya, maka bagaimana mungkin engkau tahu Rabb-mu, seluk beluk dan sifat-sifat-Nya ?
Kesaksian ini membuat hamba tahu bahwa dirinya adalah lemah dan tidak berdaya, sehingga membuat dirinya tidak akan membual dan tidak mengandalkan kepada kemampuan diri sendiri, membuatnya tahu bahwa dia tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirinya. Dari kesaksian inilah lahir kesaksian berikutnya.

12. Kehinaan, Kepasrahan dan Kebutuhan

Dengan setiap atom lahir dan batinnya dia memberikan kesaksian tentang kebutuhannya kepada Penolong dan Rabb-nya, yang di Tangan-Nyalah terletak kemaslahatan, petunjuk, keberuntungan dan kebahagiaannya. Keadaan yang terasa di dalam hati ini tidak bisa diungkap dengan kata-kata, tapi bisa diketahui secara persis oleh orang yang benar-benar merasakannya. Kepasrahan hatinya kepada Rabb tidak bisa diserupakan dengan apa pun. Dia melihat dirinya seperti secuil pecahan kaca di tanah, tidak dianggap, tidak dipedulikan dan tidak diminati siapapun. Dia melihat kebaikan Rabb terhadap dirinya terlalu banyak dan melimpah, sementara ketaatan-ketaatannya kepada Rabb terlihat terlalu sedikit. Siapa yang melihat pemenuhannya terhadap hak-hak Rabb terlalu sedikit dan melihat kedurhakaan dan dosanya terlalu banyak, maka akan membuat hatinya tunduk dan pasrah kepada-Nya.


Hati yang paling dicintai adalah hati yang diisi kepasrahan, kehinaan dan ketundukan ini. Kepalanya merunduk di hadapan Rabb-nya, tidak berani mendongak kepada-Nya karena malu dan sungkan. Di antara orang arif pernah ditanya, "
Apakah hati itu bisa bersujud ?" Maka dia menjawab, "Bisa. Hati itu sujud dengan cara tidak mendongakkan kepalanya hingga saat berdua dengan-Nya. Inilah sujudnya hati."

Orang yang mempunyai kesaksian ini melihat dirinya seakan seorang anak yang ada dalam pemeliharaan ayahnya. Sang ayah memberinya makanan dan minuman yang lezat, pakaian yang bagus, mendidiknya dengan penuh kasih sayang, memperhatikan pertumbuhannya dan menangani semua keperluannya. Suatu hari sang ayah menyuruhnya untuk suatu keperluan. Di tengah jalan ada musuh yang menculiknya lalu membawanya ke daerah musuh. Di sana dia diperlakukan layaknya seorang tawanan, didera dengan berbagai macam siksaan yang tak teperkirakan. Betapa jauh perbedaan perlakukan ayahnya dan musuh yang menawannya. Dia pun ingat bagaimana kasih sayang dan cinta sang ayah kepada dirinya. Hatinya mendesah penuh penyesalan memikirkan nasib dirinya, yang tak lama lagi dia akan dijatuhi hukuman mati. Selagi keadaannya seperti itu, dia melihat kehadiran ayahnya dari jauh. Dengan menjulurkan tangan ke arahnya dia berseru, "Ayah, ayah, ayah! Lihatlah keadaan anakmu saat ini !" Air matanya membasahi pipi. Setelah diselamatkan, dia memeluk ayahnya dan tak mau melepaskan diri darinya. Dalam keadaan seperti ini apakah engkau berkata, "Sang ayah akan menyerahkan lagi anaknya kepada musuh dan membiarkan mereka berbuat sesuka hati terhadap anaknya ?" Lalu apa perkiraanmu tentang Dzat yang lebih Pengasih terhadap hamba-Nya daripada kasih sayang ayah kepada anaknya atau kasih sayang ibu kepada anaknya ?


Begitulah keadaan Allah, jika ada seorang hamba yang lari menghampiri-Nya, setelah hamba itu dapat membebaskan diri dari cengkeraman musuh, lalu memasrahkan diri sambil tersungkur di ambang pintu-Nya, sambil menitikkan air mata dia berkata, "Ya Rabbi, wahai Rabb-ku, kasihilah aku yang tiada pengasih selain Engkau dan yang tiada penolong, penjaga dan pelindung selain Engkau. Akulah orang yang miskin dan fakir, yang memohon dan mengharapkan-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tempat kembali kecuali kepada Engkau."


Dikatakan dalam sebuah syair, "
Wahai yang paling layak diharapkan perlindungan yang dijadikan tempat berlindung dari kesalahan Dialah yang berkuasa menghinakan manusia Dia pula yang memuliakan jika menghendakinya."

Jika kesaksian ini sudah diketahui dan bersemayam di dalam hati seorang hamba, bisa menyatu dengannya dan dia merasakan manisnya, maka kesaksian ini menanjak ke kesaksian yang lebih tinggi lagi.


13. Ubudiyah dan Cinta

Kesaksian ubudiyah, cinta dan kerinduan untuk bersua dengan Allah ini merupakan sasaran yang dituju orang-orang yang meniti jalan kepada Allah. Dengan kesaksian ini hatinya menjadi senang dan anggota tubuhnya merasa tentram. Dzikir senantiasa membasahi lidah dan hatinya. Cinta dan taqarrub menggantikan tempat kedurhakaan dan pembangkangan kepada-Nya. Hati diisi dengan cinta dan lidah dibasahi dzikir kepada-Nya. Memang ketundukan yang khusus ini mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan terhadap cinta, yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.


Seorang arif berkata, "
Aku mencoba masuk ke tempat Allah dari berbagai macam pintu ketaatan. Namun aku tidak bisa masuk karena semua pintu penuh dengan kerumunan orang yang juga ingin masuk. Maka aku mencoba masuk dari pintu kehinaan. Ternyata pintu ini justru lebih dekat dan lebih luas untuk sampai ke tempat Allah, tidak ada kerumunan dan tidak berdesak-desakan. Ketika aku menapakkan kaki, Allah menghela tanganku dan menuntunku masuk."

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "
Siapa yang menghendaki kebahagiaan yang abadi, maka hendaklah dia masuk dari pintu ubudiyah."

Seorang arif berkata, "Tidak ada jalan yang lebih dekat untuk sampai kepada Allah selain dari ubudiyah, tidak ada penghalang yang lebih kokoh selain dari bualan, tidak ada gunanya amal dan usaha yang disertai ujub dan takabur, tidak ada mudharat merendahkan diri sekalipun tanpa amal, yakni setelah semua kewajiban dilaksanakan."

Inilah yang bisa dirasakan sebagian dari pengaruh cinta Allah kepada hamba dan kegembiraan-Nya terhadap taubat hamba. Sebab Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan sangat gembira karena taubat mereka.


Selagi seorang hamba mengetahui kemurahan hati Allah sebelum dia berbuat dosa, ketika berbuat dosa dan sesudahnya, melihat kebaikan dan kasih sayang-Nya, tentu di dalam hatinya bergolak rasa cinta dan kerinduan untuk bersua dengan-Nya. Sebab hati itu diciptakan untuk mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya. Lalu kebaikan macam apakah yang lebih besar daripada Dzat yang mengetahui kedurhakaan hamba, lalu justru memberinya nikmat, memperlakukannya dengan lemah lembut, menutupi aibnya, menjaganya dari serangan musuh yang selalu mengintainya dan menjadi penghalang di antara keduanya? Semua ada dalam pengamatan dan penglihatan-Nya. Padahal langit sudah meminta izin untuk menindihnya, bumi sudah meminta izin untuk menelannya dan laut sudah meminta izin untuk menenggelamkannya.


Di dalam Musnad Al-Imam Ahmad telah disebutkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "
Tidak ada satu hari pun yang berlalu melainkan laut meminta izin kepada Rabbnya untuk menenggelamkan Bani Adam. Para malaikat juga meminta izin kepada-Nya untuk segera menangani dan mematikan mereka. Sementara Allah befirman, 'Biarkanlah hamba-Ku. Aku lebih tahu tentang dirinya ketika Aku menciptakannya dari tanah. Andaikan ia hamba kalian, maka urusannya terserah kalian. Karena ia hamba-Ku, maka ia berasal dari-Ku dan urusannya terserah kepada-Ku. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, jika hamba-Ku datang kepada-Ku pada malam hari, maka Aku menerimanya. Jika ia datang kepada-Ku pada siang hari, maka Aku menerimanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia berjalan kepada-Ku, maka Aku berlari-lari kecil kepadanya. Jika ia meminta ampun kepada-Ku, maka Aku mengampuninya. Jika ia meminta maaf kepada-Ku, maka Aku memaafkannya. Jika ia bertaubat kepada-Ku, maka Aku menerima taubatnya. Siapakah yang lebih murah hati dan mulia dari-Ku, padahal Akulah yang paling murah hati dan mulia ? Pada malam hari hamba-hamba-Ku menampakkan dosa-dosa besar kepada-Ku, padahal Akulah yang melindungi mereka di tempat tidurnya dan Akulah yang menjaga mereka di kasurnya. Siapa yang menghadap kepada-Ku, maka Aku menyambutnya dari jauh. Siapa yang tidak beramal karena Aku, maka Aku memberinya lebih dari tambahan. Siapa yang berbuat dengan daya dan kekuatan-Ku, maka Aku melunakkan besi baginya. Siapa yang menginginkan seperti yang Ku-inginkan, maka Aku pun menginginkan seperti apa yang ia inginkan. Orang-orang yang berdzikir kepada-Ku adalah mereka yang ada dalam majlis-Ku. Orang-orang yang bersyukur kepada-Ku adalah mereka yang menginginkan tambahan dari-Ku. Orang-orang yang taat kepada-Ku adalah mereka yang mendapat kemuliaan-Ku. Orang-orang yang durhaka kepada-Ku tidak Kubuat putus asa terhadap rahmat-Ku. Jika mereka bertaubat kepada-Ku, maka Aku adalah kekasih mereka, dan jika mereka tidak mau bertaubat kepada-Ku, maka Aku adalah tabib mereka. Aku akan menguji mereka dengan musibah-musibah, agar Aku mensucikan mereka dari noda-noda'."

[Berikutnya....(23) Inabah Kepada Allah]


[Disalin dari Buku dengan Judul Asli :
Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in (Karya : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Muhaqqiq : Muhammad Hamid Al-Faqqy, Penerbit : Darul Fikr. Beirut, 1408 H.) Edisi Indonesia dengan judul : MADARIJUS-SALIKIN (PENDAKIAN MENUJU ALLAH) Penjabaran Kongkrit "Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in"(Karya : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah : Kathur Suhardi, Penerbit :Pustaka Al-Kautsar. Jakarta, 1998)]

0 comments: