Marhaban yaa Syahra Ramadhan
Marhaban Syahrash Shiyaam
Marhaban yaa Syahra Ramadhan
Marhaban Syahral Qiyaam
Marhaban yaa Qaadimal Aan
Anti lii Ghaayah Maraami
Biquduumik Yanjaliraan
Wayazuulul Ightimaam
Selamat datang wahai bulan Ramadan; selamat datang wahai bulan Puasa; selamat datang bulan yang dengannya maksud dan tujuan dapat dicapai. Selamat datang bulan Ramadan yang dengannya segala susah dan bingung dapat hilang.
Alhamdulillah, wasyukru alaa ni’millaah. Kita bertemu kembali dengan Ramadan. Bulan yang penuh berkah dan rahmat. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kesehatan dan kekuatan kepada kita sehingga kita dapat melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan yang di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang apabila kita beribadah pada malam tersebut, pahalanya sama dengan pahala ibadah selama seribu bulan.
Ramadan kembali datang. Ramadan kembali menyapa kita. Ramadan kembali membawa berkah, rahmat, dan ampunan bagi kita semua. Marilah kita sambut kembali, sapa kembali Ramadan ini dengan penuh khidmat, tawadu, takzim, dan sukacita akan kedatangannya. Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadan, Allah SWT. haramkan jasadnya masuk neraka."
Ramadan adalah bulan yang penuh ampunan, kasih sayang, dan pembebas dari api neraka. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda bahwa sepuluh hari pertama bulan Ramadan adalah ampunan (magfirah), sepuluh hari kedua adalah kasih sayang (rahmat), dan sepuluh hari ketiga adalah pembebas dari api neraka (‘itqun minan naar).
Bulan Ramadan kali ini bagi umat Islam Indonesia masih memiliki kekhususan karena bangsa Indonesia masih diselimuti oleh kasus-kasus memalukan yang berkepanjangan, yaitu kasus lumpur Lapindo yang tidak kunjung selesai, kasus kemanusiaan seperti pelanggran HAM, kasus sosial, dan kasus "korupsi berjemaah" yang semakin merajalela. Oleh karena itu, alangkah tepatnya kalau Ramadan kali ini kita jadikan momentum yang tepat untuk melihat dan mengintrospeksi diri, perilaku, dan sikap kita, baik yang berhubungan dengan Allah (hablun minallah) atau yang berhubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).
Salah satu pelajaran dan pesan Ramadan berkaitan dengan introspeksi diri, perilaku, dan sikap kita, baik kepada Allah maupun kepada sesama adalah belajar untuk bersikap jujur. Jujur (ash-shidqu) yang lawannya dusta (al-Kidzbu) adalah sifat para nabi dan rasul. Jika kita berbuat jujur, kita berarti mengikuti dan meneladani akhlak para nabi dan rasul.
Sabda Rasulullah SAW. sebagaimana diriwayatkan Aisyah RA., "Sifat yang dibenci oleh Rasulullah adalah bohong." Kalau ada orang yang berbohong sekali, tidak akan hilang dalam ingatan Rasulullah SAW. sampai orang itu bertobat. Mengapa bohong itu sangat serius dan jujur sangat penting ? Jujur adalah pintu kebaikan. Bohong adalah pintu kejahatan. Artinya, kalau yang kita buka adalah pintu kejujuran, yang akan masuk adalah semua kebaikan. Sebaliknya, bohong adalah pintu kejahatan, kalau yang dibuka pintu kebohongan, yang akan masuk adalah seluruh kejahatan.
Kaitannya dengan sifat jujur, dalam sebuah kisah diceritakan bahwa seorang pezina datang kepada Rasulullah SAW. untuk meminta fatwa dan nasihat bagaimana agar ia dapat berhenti dari perbuatan zinanya. Rasulullah SAW. memberikan tip dan nasihat kepadanya, yaitu untuk tidak berbohong (berlaku jujur pada diri sendiri). Setelah itu, pezina pun pulang.
Pada suatu kesempatan pezina itu akan melakukan perbuatan zinanya, namun hati nuraninya berkata, seandainya aku melakukan ini lagi, apa yang harus aku katakan pada Rasulullah SAW. Jika aku katakan bahwa aku melakukannya, aku malu. Begitu juga jika aku berbohong, aku pun malu. Begitu seterusnya hati nurani pezina itu bergejolak, sampai ia dapat menghentikan perbuatan itu dan bertobat kepada Allah SWT. untuk tidak melakukannya lagi.
Kenapa orang yang sedang berpuasa disebut orang yang sedang belajar kejujuran ? Karena dalam puasa ada hal yang dirahasiakan antara orang yang berpuasa dan Allah SWT. Seseorang berpuasa atau tidaknya tidak dapat diketahui oleh orang lain, tetapi dapat diketahui oleh orang yang berpuasa itu sendiri dengan Sang Khaaliq-nya, yaitu Allah SWT. Begitu juga pahala orang berpuasa, hanya Allah-lah yang berhak atasnya. Sementara amal ibadah lain pahalanya akan dibalas sesuai dengan amal itu sendiri dan kembali kepada dirinya, sedangkan pahala puasa kembali pada Allah SWT.
Allah SWT. berfirman dalam hadits qudsi, "Semua amal anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi pahala atasnya." Dengan demikian, puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang unik. Salah satu keunikannya adalah puasa merupakan rahasia antara Allah dan pelakunya sendiri.
Sebenarnya, orang yang berpuasa dapat secara sembunyi-sembunyi makan atau minum. Seorang Muslim yang berpuasa tidak akan berbuka sebelum waktunya, sekalipun di sampingnya tidak ada siapa pun. Dia sadar Allah besertanya.
Bukankah dengan demikian ada ajaran kejujuran bagi setiap orang yang berpuasa. Orang tak akan makan, meski hidangan sudah tersedia ketika tanda waktu Magrib belum tiba. Hal ini memberi ajaran kepada setiap Muslim untuk tidak mengambil apa pun yang bukan haknya. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), jelas menegasi dari pesan puasa ini.
Dalam situasi negara seperti ini, alangkah indahnya kalau nilai-nilai puasa bisa memberi sumbangan bagi kebangkitan Indonesia.
Semoga Allah SWT. senantiasa melindungi kita, keluarga kita, kerabat kita, dan para pejabat kita yang saleh. Amin.***
[Ditulis oleh M. ZAENAL MUHYIDIN, Wakil Ketua PW LTNU Jawa Barat dan Ketua Yayasan Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 12 Agustus 2010 dari Kolom "CIKARACAK"]
0 comments:
Post a Comment