Suatu hari, Abdullah, putra Khalifah Umar bin Khattab, membeli seekor unta kecil dan kurus seharga empat dirham. Lalu unta kecil nan kurus itu oleh Abdullah dibawa ke tempat pemeliharaan unta milik negara, tempat sang Ayah menjabat sebagai khalifah saat itu.
Ia menitipkan untanya di sana, agar dapat diurus bersama unta-unta lainnya. Sebagai anak khalifah tentu saja pengurus peternakan unta menerima titipan unta Abdullah tersebut tanpa banyak pertanyaan.
Setahun kemudian, unta milik Abdullah yang asalnya kecil dan kurus berubah menjadi gemuk dan sehat. Segera saja Abdullah berniat untuk menjual unta tersebut. Dia membawa unta tersebut ke pasar dan ditawarkan seharga lima belas dirham. Orang-orang di pasar banyak berkerumun dan tampaknya berminat membeli unta gemuk dan sehat tersebut.
Selain tertarik oleh unta yang memang secara penampilan bagus, para calon pembeli tersebut juga tertarik oleh penjualnya yang tidak lain dari putra amirulmukminin.
Tiba-tiba datang Khalifah Umar ke tengah pasar. Melihat kerumunan orang, ia menuju ke sana seraya bertanya ada apa. "Kami sedang berebut menawar harga unta," jawab seseorang di pasar tersebut.
"Unta kepunyaan siapa ?" tanya Umar bin Khattab.
"Kepunyaan Abdullah putra Anda, wahai amirulmukminin !" jawab orang tersebut.
Abdullah dipanggil mendekat. Umar berkata dengan nada keras, "Aku tahu, kamu dulu membeli unta kecil dan kurus. Aku tahu pula, untamu menjadi besar dan gemuk karena diurus di peternakan unta milik negara. Pasti unta ini akal terjual mahal karena memang bagus. Akan tetapi, status kamu sebagai anakku, ikut menaikkan harga unta ini. Maka aku harus melakukan tindakan keras agar hal seperti itu tidak terulang kembali."
Mendengar sang ayah yang berbicara keras seketika Abdullah gemetar ketakutan. "Saya mendengar dan taat kepada ayahku yang kebetulan menjadi pemimpin umat Islam sekarang," jawab Abdullah.
"Ambil harga pembelian untamu dulu sebesar empat dirham. Selebihnya, serahkan ke baitul maal, karena engkau telah memelihara unta secara gratis. Engkau menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pribadimu. Orang-orang di peternakan tak berani menolak, karena engkau anakku. Kalau engkau bukan anak amirulmukminin, para petugas tak mungkin mau menerima titipan unta kurus untuk dipelihara di sana," kata Umar.
Betapa mulianya akhlak Khalifah Umar bin Khattab. Beliau tidak pernah mau mencampur adukkan urusan harta pemerintahan dengan urusan pribadinya.
Adakah kita bisa mencontohnya ? ***
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 12 Agustus 2010 pada kolom "KISAH RAMADHAN"]
Ia menitipkan untanya di sana, agar dapat diurus bersama unta-unta lainnya. Sebagai anak khalifah tentu saja pengurus peternakan unta menerima titipan unta Abdullah tersebut tanpa banyak pertanyaan.
Setahun kemudian, unta milik Abdullah yang asalnya kecil dan kurus berubah menjadi gemuk dan sehat. Segera saja Abdullah berniat untuk menjual unta tersebut. Dia membawa unta tersebut ke pasar dan ditawarkan seharga lima belas dirham. Orang-orang di pasar banyak berkerumun dan tampaknya berminat membeli unta gemuk dan sehat tersebut.
Selain tertarik oleh unta yang memang secara penampilan bagus, para calon pembeli tersebut juga tertarik oleh penjualnya yang tidak lain dari putra amirulmukminin.
Tiba-tiba datang Khalifah Umar ke tengah pasar. Melihat kerumunan orang, ia menuju ke sana seraya bertanya ada apa. "Kami sedang berebut menawar harga unta," jawab seseorang di pasar tersebut.
"Unta kepunyaan siapa ?" tanya Umar bin Khattab.
"Kepunyaan Abdullah putra Anda, wahai amirulmukminin !" jawab orang tersebut.
Abdullah dipanggil mendekat. Umar berkata dengan nada keras, "Aku tahu, kamu dulu membeli unta kecil dan kurus. Aku tahu pula, untamu menjadi besar dan gemuk karena diurus di peternakan unta milik negara. Pasti unta ini akal terjual mahal karena memang bagus. Akan tetapi, status kamu sebagai anakku, ikut menaikkan harga unta ini. Maka aku harus melakukan tindakan keras agar hal seperti itu tidak terulang kembali."
Mendengar sang ayah yang berbicara keras seketika Abdullah gemetar ketakutan. "Saya mendengar dan taat kepada ayahku yang kebetulan menjadi pemimpin umat Islam sekarang," jawab Abdullah.
"Ambil harga pembelian untamu dulu sebesar empat dirham. Selebihnya, serahkan ke baitul maal, karena engkau telah memelihara unta secara gratis. Engkau menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pribadimu. Orang-orang di peternakan tak berani menolak, karena engkau anakku. Kalau engkau bukan anak amirulmukminin, para petugas tak mungkin mau menerima titipan unta kurus untuk dipelihara di sana," kata Umar.
Betapa mulianya akhlak Khalifah Umar bin Khattab. Beliau tidak pernah mau mencampur adukkan urusan harta pemerintahan dengan urusan pribadinya.
Adakah kita bisa mencontohnya ? ***
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 12 Agustus 2010 pada kolom "KISAH RAMADHAN"]
0 comments:
Post a Comment