SHAUM DAN KEPEDULIAN SOSIAL

Seorang Muslim yang biasa hidup berkecukupan, segala keinginannya mudah terkabul. Tidak kesulitan memikirkan makanan, pakaiannya beraneka ragam, tinggal di rumah mewah dengan fasilitas serba menyenangkan, dan memiliki kendaraan yang siap mengantar ke mana saja ia mau pergi.

Sebagai seorang Muslim yang beriman, ketika ia menunaikan ibadah shaum Ramadhan, ia harus ikut merasakan penderitaan saudaranya yang serba kekurangan. Saat ia menahan lapar dan haus, harus teringat kepada mereka yang kelaparan karena beban ekonomi yang menghimpit. Saat berbuka shaum, dengan hidangan beranekamacam bahkan biasa kuliner ke restoran-restoran berkelas, pernahkah ia mengingat saudaranya, tetangganya yang berbuka dengan makanan seadanya ? Saat ia memborong pakaian di mal-mal, terpikirkah orang yang membutuhkan pakaian sekadar penutup aurat ?

Allah SWT. menyebut orang yang tidak suka memberi makan orang miskin sebagai pendusta agama sebagamana firman-Nya,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al Ma'un : 1-3)

Rasulullah SAW. pun mengingatkan kita dalam haditsnya,
Demi Allah yang diriku ada di tangan-Nya, tidak dinamakan beriman seseorang sehingga ia menyukai buat tetangganya seperti ia suka buat dirinya. (Muttafaq Alaih)

Melalui momentum shaum Ramadhan 1432 H. ini, terbuka lebar kesempatan untuk bersedekah serta menebar amal. Islam mengajarkan umatnya untuk saling tolong menolong di antara sesama, dalam rangka menjalankan kebaikan dan meraih ketaqwaan. Bulan Ramadhan disebut juga syahrul muwasaat, artinya bulan pertolongan. Dengan ibadah shaum, para pelakunya diharapkan turut merasakan penderitaan orang-orang fakir miskin sehingga melahirkan keinginan untuk menolong dengan cara menyisihkan sebagian hartanya atau bersedekah kepada mereka.

Kini semakin banyak orang-orang yang berada di garis kemiskinan akibat berbagai bencana yang lalu serta sistem perekonomian yang tidak menentu dan tidak berpihak kepada rakyat jelata. Sementara itu, sebagian golongan dari kita hidup dalam kemewahan, tidak terpengaruh dengan lonjakan harga-harga kebutuhan sehari-hari. Terbukti di jalan-jalan sangat macet dengan kendaraan, di mal-mal serta di pusat-pusat perbelanjan berjejal orang yang berbelanja perlengkapan lebaran, mulai dari sandang, pangan hingga perabotan ruman tangga, dan kendaraan pun diganti yang baru. Acara wisata ke luar negeri atau dalam negeri pasca Lebaran pun sudah di susun jauh-jauh hari.

Hal tersebut bukan tidak boleh apalagi diharamkan, tetapi sudahkah kita memberikan hak fakir miskin dari harta kita ? Sesungguhnya ajaran Islam tidak melarang hidup bergelimang dengan kemewahan dan kemegahan, bahkan kita diperintahkan untuk bekerja keras mencari harta, ilmu, pengaruh, juga kedudukan, asalkan semua yang kita usahakan itu dalam rangka mencari ridha Allah dan berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran.

Ingatlah, di dalam harta kita terdapat hak fakir miskin. Tidak inginkah kita menyimpan sebagian harta yang kita miliki untuk tabungan kehidupan di akhirat kelak ? Ingat, sebenarnya kita bukan menolong mereka, karena segala pemberian berupa zakat, infaq, sedekah adalah masih milik kita tetapi kita titipkan kepada Allah SWT. melalui fakir miskin. Oleh karena itu, keimanan, ketaqwaan, dan keikhlasan harus menjadi landasan utama amal ibadah tersebut. Zakat, infaq, dan sedekah akan batal, tidak akan mendapat pahala kebaikan di hadapan Allah bila diikuti dengan riya dan hinaan.

Menolong atau bersedekah pada bulan Ramadhan insya Allah akan Allah lipat gandakan pahalanya, lebih besar daripada bulan-bulan biasa. Permasalahannya, bagi orang yang ditakdirkan Allah menjadi orang kaya bisa bersedekah dengan hartanya, lantas bagaimana dengan orang yang tidak punya ? Apakah mereka mempunyai kesempatan untuk bersedekah ?

Dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW. menjelaskan,
"Setiap jiwa harus bersedekah setiap hari." Abu Dzar yang terkenal miskin bertanya kepada beliau, "Haruskah saya bersedekah, padahal saya tidak punya harta ?" Jawab beliau, "Sesungguhnya di antara pintu-pintu sedekah ialah membaca takbir, subhaanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallaah, dan astagfirullah. Juga bila Anda menyuruh berbuat baik dan mencegah yang jahat, menghindarkan duri, tulang, dan batu dari tengah jalan, menuntun orang yang buta, mengajari yang tuli dan bisu hingga ia mengerti, menunjuki orang yang menanyakan sesuatu keperluan yang Anda ketahui tempatnya, dengan kekuatan betis berjalan membantu orang yang malang meminta tolong, dan dengan kekuatan lengan mengangkat barang orang yang lemah, semua itu merupakan pintu-pintu sedekah, yakni dari dirimu untuk dirimu pribadi." (HR. Ahmad)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. juga bersabda,
"Siapa yang mampu di antaramu untuk bersedekah, maka lakukanlah, walaupun dengan sebiji kurma, siapa tidak punya harta, maka dengan kalimah thayyibah" (HR. Muslim)

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan pahala, juga bulan di mana Al-Qur'an diturunkan. Oleh karena itu, bulan ini dinamai "bulan suci". Sungguh merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Pada bulan Ramadhan, orang-orang yang beriman tidak hanya diwajibkan menunaikan shaum, menahan lapar, dan dahaga, tetapi lebih dari itu, mereka dituntut agar mengisinya dengan berbagai aktivitas positif yang diridhai-Nya.

Di antara kegiatan positif yang semestinya dilakukan umat Islam ketika bulan Ramadhan, antara lain sedekah sebagai wujud kepedulian sosial untuk turut mengentaskan kemiskinan yang terus merongrong mayoritas masyarakat kita. Diintensifkannya tadarus dan tadabur Al-Qur'an untuk memperkuat aqidah, pemahaman, serta pengamalan amal ibadah kita. Tidak ditinggalkannya qiyamu Ramadhan (shalat Tarawih), apalagi shalat fardu. I'tikaf berdiam di masjid selama sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk fokus beribadah mendekatkan dan introspeksi diri kepada Allah SWT., sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Wallahua'lam.***

[Ditulis oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al-Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 5 Agustus 2011 / 5 Ramadhan 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: