Suatu hari Rasulullah SAW. berkumpul bersama sahabat-sahabatnya Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Shahibul Bait, Ali bin Abi Thalib. Istri Ali, Fathimah yang juga putri Rasulullah SAW., menghidangkan madu untuk mereka yang sedang berdiskusi. Madu itu diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang sangat indah.
Ketika madu itu dihidangkan, Rasul mendapati sehelai rambut di dalamnya. Rasul diam sejenak dari diskusi. Daripada membincang apalagi menuduh rambut siapa, kecerdasan Rasul kemudian membelokkan tema diskusi, dengan meminta semua sahabat membuat tamsil terhadap mangkuk yang indah nan cantik, madu, dan sehelai rambut.
Abu Bakar RA. mengawali, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu ini, dan mempertahankan iman jauh lebih sulit dari melewati sehelai rambut."
Umar RA. berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Seorang raja lebih manis dari madu. Raja yang memerintah dengan adil lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."
Utsman RA. berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu. Dan beramal dengan ilmu yang dimilikinya lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."
Ali RA. berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu lebih manis daripada madu. Membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Fathimah juga berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk cantik. Wanita yang berjilbab itu lebih manis dari madu. Mendapatkan wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Selanjutnya Rasulullah SAW. berkata,
Ketika madu itu dihidangkan, Rasul mendapati sehelai rambut di dalamnya. Rasul diam sejenak dari diskusi. Daripada membincang apalagi menuduh rambut siapa, kecerdasan Rasul kemudian membelokkan tema diskusi, dengan meminta semua sahabat membuat tamsil terhadap mangkuk yang indah nan cantik, madu, dan sehelai rambut.
Abu Bakar RA. mengawali, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu ini, dan mempertahankan iman jauh lebih sulit dari melewati sehelai rambut."
Umar RA. berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Seorang raja lebih manis dari madu. Raja yang memerintah dengan adil lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."
Utsman RA. berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu. Dan beramal dengan ilmu yang dimilikinya lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."
Ali RA. berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu lebih manis daripada madu. Membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Fathimah juga berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk cantik. Wanita yang berjilbab itu lebih manis dari madu. Mendapatkan wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Selanjutnya Rasulullah SAW. berkata,
"Seorang yang mendapat taufik untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu. Berbuat amal dengan ikhlas lebih sulit dari melewati sehelai rambut."
Malaikat Jibril berkata, "Menegakkan pilar-pilar agama lebih cantik dari mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu. Mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Allah SWT. berfirman,
"Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu itu, jalan menuju surga-Ku lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."
Diskusi Rasulullah SAW. yang dapat kita jumpai dalam The Secret of Kisah-Kisah Teladan, Sumber Inspirasi dan Penyejuk Hati, karya Abdul Aziz S. (2011) sengaja. penulis angkat dalam kisah Ramadan, karena memiliki makna yang sangat komprehensif dan holistik.
Konvergensi antara akhlak dan kecerdasan Rasulullah SAW. dalam menyikapi persoalan ringan, menjadi pintu bagi para sahabat untuk mengeluarkan nalar-nalar yang berbobot. Abu Bakar bicara hal yang paling fundamen, yaitu iman dan hati. Umar bicara soal nafsu dan kekuasaan. Utsman mengenai nalar keilmuan. Ali tentang etika, akhlak atau perilaku, dan Fathimah soal syariat. Semua sangat urgen dan harus ditegakkan meskipun berat, itulah jalan menuju surga Allah SWT., Bila kita renungkan, tamsil yang disodorkan oleh para sahabat, sesungguhnya sebuah resume dari kehidupan manusia.***
[Ditulis oleh SAMSUL MA'ARIF, S.Ag., Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 25 Agustus 2011 / 25 Ramadan 1432 H. pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
by
0 comments:
Post a Comment