Melihat tayangan televisi ataupun berita di media cetak, kita patut prihatin dengan masih adanya kaum kaya (aghniya) yang memberikan langsung zakatnya. Kaum miskin yang memiliki kebutuhan menjelang Lebaran dipaksa untuk berdesak-desakkan dan saling gencet untuk mendapatkan paket sembako atau beberapa lembar uang rupiah.
Peristiwa itu mencerminkan, kondisi kaum kaya kita yang bisa jadi ingin mendapatkan "nilai" dari masyarakat. Bisa juga muncul kepuasan karena bisa memberikan langsung zakat, infak, maupun sedekahnya. Dalam kacamata lain juga bisa menjadi cermin muhasabah (introspeksi) bagi lembaga-lembaga pengelola zakat agar bisa lebih amanah dalam mengelola dana-dana umat.
Sesungguhnya zakat bukan untuk orang-orang miskin, melainkan untuk manfaat besar bagi orang-orang kaya. Dari segi fiqh, zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan ajaran Islam dan disalurkan kepada orang-orang yang telah ditentukan pula. Dalam zakat, ada istilah nisab atau batas minimal harta yang terkena zakat.
Sementara delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60,
Peristiwa itu mencerminkan, kondisi kaum kaya kita yang bisa jadi ingin mendapatkan "nilai" dari masyarakat. Bisa juga muncul kepuasan karena bisa memberikan langsung zakat, infak, maupun sedekahnya. Dalam kacamata lain juga bisa menjadi cermin muhasabah (introspeksi) bagi lembaga-lembaga pengelola zakat agar bisa lebih amanah dalam mengelola dana-dana umat.
Sesungguhnya zakat bukan untuk orang-orang miskin, melainkan untuk manfaat besar bagi orang-orang kaya. Dari segi fiqh, zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan ajaran Islam dan disalurkan kepada orang-orang yang telah ditentukan pula. Dalam zakat, ada istilah nisab atau batas minimal harta yang terkena zakat.
Sementara delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Mengapa zakat itu amat bermanfaat bahkan memiliki efek domino bagi kaum kaya ? Merujuk kepada bahasa Arab, kata zakat memiliki beberapa arti,
Pertama, zakat bermakna At-Thohuru atau membersihkan atau menyucikan. Orang-orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan menyucikan, baik harta maupun jiwanya
QS. At-Taubah : 103 menegaskan,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Kedua, kata zakat ialah Al-Barakatu atau barokah (berkah). Muslimin yang selalu membayar zakat maka harta bahkan kehidupannya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih dari noda-noda.
Ketiga, zakat bermakna ann-numuw atau bertumbuh dan berkembang. Tidak ada kamus ketika seseorang menunaikan zakat lalu hartanya berkurang apalagi jatuh miskin akibat mengeluarkan. Dengan izin Allah, harta seseorang yang rutin berzakat akan selalu terus tumbuh dan berkembang.
Pengalaman penulis maupun mendengar dan mengamati pengalaman orang-orang yang selalu mengeluarkan zakatnya, ternyata harta yang kita miliki bukannya berkurang malah bertambah dan berkembang. Secara logika manusia, bisa jadi harta kita berkurang saat dikeluarkan zakatnya. Contohnya, jika kita mempunyai penghasilan Rp. 3 juta lalu kita keluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen, maka ramus matematika menyatakan harta kita berkurang Rp. 75.000. Harta di tangan kita yang sebelumnya Rp. 3 juta menjadi Rp. 2.925.000.
Akan tetapi, menurut ilmu Allah Yang Maha Pemberi Rezeki, harta yang kita keluarkan untuk zakat malah tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda. Allah SWT. berfirman dalam QS. Ar-Rum : 39,
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan.
Kondisi serupa juga terjadi ketika seseorang mengeluarkan hartanya untuk haji maupun umrah. Bukannya harta kita berkurang, malah setelah pulang dari haji maupun umrah, Allah memberikan jalan sehingga harta kita bertambah dan berkembang. Hal ini terkait dengan salah satu doa yang selalu diucapkan jemaah haji maupun umrah dalam tawafnya, yakni
Allahumma hajjan mabruran. Wasa'yan masykuran. Wadzanban maghfuran. Watijaaratan lan taburan. (Ya Allah semoga haji ini menjadi haji mabrar. Sai yang diterima. Dosa-dosa yang diampuni. Perdagangan/usaha yang tidak pernah mendatangkan kerugian).
Keeempat adalah as-sholahu bermakna beres dan jauh dari persoalan yang mengimpit hidupnya. Orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, atau kebilangan boleh jadi karena melupakan zakat, infak, atau sedekah.
Di akhir Ramadhan ini, kita diingatkan untuk menunaikan salah satu kewajiban yakni zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal (harta) bagi yang sudah memenuhi nisabnya.
Mari kita berzakat karena berzakat itu nikmat !***
[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan di salin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 25 Agustus 2011 / 25 Ramadan 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]
by
0 comments:
Post a Comment