Pada bulan suci ini, mari kita buka sejarah tasawuf dalam dunia Islam. Sejenak kita tengok perjalanan orang suci dari kalangan sufi sangat masyhur, yang hidup pada abad ke-8 Hijriah. Beliau adalah Ibrahim bin Adham. Adham, ayah Ibrahim ini adalah seorang raja besar dari negeri Balkh, daerah Khurasan (sekarang Iran bagian utara). Namun, Ibrahim lahir di Mekah ketika ayah bundanya menunaikan ibadah haji.
Ketika kembali ke negeri Balkh, sang pangeran (Ibrahim) dirawat dan dibesarkan di lingkungan istana megah dengan harta berlimpah. Suatu malam saat ia dewasa, Ibrahim bermimpi ada seseorang berjalan mondar-mandir di atap istana. Terang saja, Ibrahim marah dan membentaknya. "Hai, siapa engkau berani-beraninya menginjak atap istana !" kata Ibrahim. Orang itu menjawab, "Aku orang yang engkau kenal. Untaku hilang dan aku sedang mencarinya."
Dengan penuh keheranan Ibrahim pun bertanya, "Bagaimana mungkin engkau dapat menemukan unta di atap istana ?" Orang itu balik bertanya dengan menyindir, "Bagaimana mungkin engkau wahai Ibrahim putra Adham akan menemukan Tuhan bila engkau tetap di istana raja ?"
Begitu terjaga dari tidurnya, Ibrahim segera bertanya kepada ulama perihal mimpinya itu. Ulama itu mengatakan, orang yang ada di dalam mimpi Ibrahim adalah malaikat yang sedang memperingatkan Ibrahim.
Peristiwa itu menjadi titik tolak perubahan hidup Ibrahim bin Adham. Ibrahim pun keluar meninggalkan istana, mengembara dari satu negeri ke negeri lain. Dia bekerja apa saja seperti menjadi tukang kebun dan tukang potong kayu bakar. Upahnya dibelikan sepotong roti atau kurma untuk dibagi dengan fakir miskin.
Pada malam hari, dia beribadah di masjid, begitu seterusnya. Bertahun-tahun dia rela menggelandangkan diri, mengembara, menjauhkan diri dari hal-hal duniawi dengan menanamkan sifat zuhud agar dekat dengan Allah SWT. Ia berubah dari seorang pejabat menjadi rakyat. Ia berubah dari berlimpah harta menjadi terlunta-lunta. Simpelnya, jadilah ia seorang sufi.
Episode lain sufi Ibrahim bin Adham, terdapat pengalaman nyata yang sangat menarik untuk dijadikan cermin kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yakni, ketika Ibrahim bin Adham berdoa memohon sesuatu kepada Allah SWT., di Masjid Al-Aqsha seusai menunaikan shalat tahajud.
Saat itu, atas kuasa Allah SWT., Ibrahim mendengar dua malaikat sedang bercakap-cakap. Dari percakapan dua malaikat itu diperoleh "informasi" doa Ibrahim bin Adham tidak akan sampai kepada Allah SWT. Alasannya, kata malaikat yang satu karena pernah makan sebutir kurma yang bukan haknya.
Masya Allah ! Betapa kagetnya Ibrahim mendengar percakapan dua malaikat itu. Dia pun merenung dan mencoba untuk mengingat-ingat perbuatannya. Rupanya setelah agak lama, dia baru ingat yakni ketika tinggal di Mekah pernah membeli kurma dan mencicipinya tanpa seizin yang empunya. Karena tak ingin doanya tidak di kabulkan oleh Allah SWT., karena sebutir kurma yang ia makan tanpa izin. Ia pun langsung berjalan kaki dari Palestina menuju Mekah selama berpuluh hari.
Ketika sampai di pasar (Mekah) Ibrahim langsung menuju warung kurma, tetapi orang tua penjual kurma itu sudah tidak ada. Kepada seorang anak muda penjaga warung kurma, Ibrahim bercerita maksud kedatangannya. Anak muda itu berkata, "Orang tua yang dahulu berjualan adalah ayah saya." Ibrahim pun sangat senang dan minta dipertemukan. "Tapi Tuan, ayah saya sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu." sergah anak muda itu. Betapa terkejutnya Ibrahim bin Adham.
Lalu, atas kebaikan anak muda itu, sebutir kurma yang pernah dimakan Ibrahim bin Adham pun dihalalkan. Karena merasa senang, Ibrahim langsung sujud syukur. Namun, tidak lama kemudian anak muda itu berkata, "Tuan, tapi ahli warisnya bukan hanya saya. Masih ada sebelas lagi saudara-saudara saya yang sudah pada menetap di berbagai kota." Mendengar itu, Ibrahim pun meminta alamat dan berjalan mencari satu per satu anak penjual kurma demi mendapatkan kehalalan. Subhanallah...!
Mari kita petik hikmah dari seorang sufi yang suci itu. Kita refleksikan. Kita tengok di zaman sekarang. Sungguh paradoks. Orang sangat gila jabatan. Banyak yang memakan harta bukan haknya tetapi tenang-tenang saja. Bahkan, di media massa banyak pejabat, wakil rakyat, konglomerat yang korupsi miliaran rupiah tetapi masih bisa tidur nyenyak. Masihkah kita mesti bertanya doa-doa orang yang seperti itu akan diijabah oleh Allah SWT. ?***
[Ditulis oleh SAMSUL MA'ARIF, S.Ag., Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Anshor Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Manis) 16 Agustus 2011 / 16 Ramadan 1432 H. pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
by
Ketika kembali ke negeri Balkh, sang pangeran (Ibrahim) dirawat dan dibesarkan di lingkungan istana megah dengan harta berlimpah. Suatu malam saat ia dewasa, Ibrahim bermimpi ada seseorang berjalan mondar-mandir di atap istana. Terang saja, Ibrahim marah dan membentaknya. "Hai, siapa engkau berani-beraninya menginjak atap istana !" kata Ibrahim. Orang itu menjawab, "Aku orang yang engkau kenal. Untaku hilang dan aku sedang mencarinya."
Dengan penuh keheranan Ibrahim pun bertanya, "Bagaimana mungkin engkau dapat menemukan unta di atap istana ?" Orang itu balik bertanya dengan menyindir, "Bagaimana mungkin engkau wahai Ibrahim putra Adham akan menemukan Tuhan bila engkau tetap di istana raja ?"
Begitu terjaga dari tidurnya, Ibrahim segera bertanya kepada ulama perihal mimpinya itu. Ulama itu mengatakan, orang yang ada di dalam mimpi Ibrahim adalah malaikat yang sedang memperingatkan Ibrahim.
Peristiwa itu menjadi titik tolak perubahan hidup Ibrahim bin Adham. Ibrahim pun keluar meninggalkan istana, mengembara dari satu negeri ke negeri lain. Dia bekerja apa saja seperti menjadi tukang kebun dan tukang potong kayu bakar. Upahnya dibelikan sepotong roti atau kurma untuk dibagi dengan fakir miskin.
Pada malam hari, dia beribadah di masjid, begitu seterusnya. Bertahun-tahun dia rela menggelandangkan diri, mengembara, menjauhkan diri dari hal-hal duniawi dengan menanamkan sifat zuhud agar dekat dengan Allah SWT. Ia berubah dari seorang pejabat menjadi rakyat. Ia berubah dari berlimpah harta menjadi terlunta-lunta. Simpelnya, jadilah ia seorang sufi.
Episode lain sufi Ibrahim bin Adham, terdapat pengalaman nyata yang sangat menarik untuk dijadikan cermin kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yakni, ketika Ibrahim bin Adham berdoa memohon sesuatu kepada Allah SWT., di Masjid Al-Aqsha seusai menunaikan shalat tahajud.
Saat itu, atas kuasa Allah SWT., Ibrahim mendengar dua malaikat sedang bercakap-cakap. Dari percakapan dua malaikat itu diperoleh "informasi" doa Ibrahim bin Adham tidak akan sampai kepada Allah SWT. Alasannya, kata malaikat yang satu karena pernah makan sebutir kurma yang bukan haknya.
Masya Allah ! Betapa kagetnya Ibrahim mendengar percakapan dua malaikat itu. Dia pun merenung dan mencoba untuk mengingat-ingat perbuatannya. Rupanya setelah agak lama, dia baru ingat yakni ketika tinggal di Mekah pernah membeli kurma dan mencicipinya tanpa seizin yang empunya. Karena tak ingin doanya tidak di kabulkan oleh Allah SWT., karena sebutir kurma yang ia makan tanpa izin. Ia pun langsung berjalan kaki dari Palestina menuju Mekah selama berpuluh hari.
Ketika sampai di pasar (Mekah) Ibrahim langsung menuju warung kurma, tetapi orang tua penjual kurma itu sudah tidak ada. Kepada seorang anak muda penjaga warung kurma, Ibrahim bercerita maksud kedatangannya. Anak muda itu berkata, "Orang tua yang dahulu berjualan adalah ayah saya." Ibrahim pun sangat senang dan minta dipertemukan. "Tapi Tuan, ayah saya sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu." sergah anak muda itu. Betapa terkejutnya Ibrahim bin Adham.
Lalu, atas kebaikan anak muda itu, sebutir kurma yang pernah dimakan Ibrahim bin Adham pun dihalalkan. Karena merasa senang, Ibrahim langsung sujud syukur. Namun, tidak lama kemudian anak muda itu berkata, "Tuan, tapi ahli warisnya bukan hanya saya. Masih ada sebelas lagi saudara-saudara saya yang sudah pada menetap di berbagai kota." Mendengar itu, Ibrahim pun meminta alamat dan berjalan mencari satu per satu anak penjual kurma demi mendapatkan kehalalan. Subhanallah...!
Mari kita petik hikmah dari seorang sufi yang suci itu. Kita refleksikan. Kita tengok di zaman sekarang. Sungguh paradoks. Orang sangat gila jabatan. Banyak yang memakan harta bukan haknya tetapi tenang-tenang saja. Bahkan, di media massa banyak pejabat, wakil rakyat, konglomerat yang korupsi miliaran rupiah tetapi masih bisa tidur nyenyak. Masihkah kita mesti bertanya doa-doa orang yang seperti itu akan diijabah oleh Allah SWT. ?***
[Ditulis oleh SAMSUL MA'ARIF, S.Ag., Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Anshor Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Manis) 16 Agustus 2011 / 16 Ramadan 1432 H. pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
by
0 comments:
Post a Comment