Barang siapa menggali sumur air, maka tidak ada hati yang kering dari kalangan jin, manusia, dan burung yang meminumnya, kecuali karenanya Allah memberi pahala kepadanya pada hari kiamat. (HR. Ibnu Hibban)
Seorang lelaki menderita penyakit kronis. Sudah tujuh tahun lututnya luka mengeluarkan darah. Tak sembuh-sembuh. Berbagai obat sudah dicoba untuk dimakan, ditempelkan. Tetap saja. Puluhan tabib telah didatangi. Belum ada perubahan.
Ia bertanya kepada Ibnu Mubarak, seorang ulama tabi'in (yang pernah bertemu dengan sahabat Nabi SAW.) Maksudnya untuk memohon nasihat "spiritual".
"Pergilah ke suatu tempat di mana orang menderita kekeringan. Sangat membutuhkan air. Galilah sumur di sana. Semoga, atas perkenan Allah SWT., ada mata air memancar dan menahan aliran darah di lututmu," Ibnu Mubarak menyarankan.
Maka pergilah ia ke tempat yang sedang krisis air. Penduduk setempat sangat menderita. Mereka menggunakan sisa-sisa air apa saja yang masih ada. Termasuk genangan air selokan yang kotor berlumpur.
Lelaki penyandang sakit lutut berdarah itu pun segera mencari para tukang gali sumur. Membiayai mereka sepenuhnya, dengan upah lebih mahal. Dalam tempo beberapa hari sumur selesai dan menyemburkan air bersih. Penduduk setempat amat bergembira. Kini tak akan lagi kekeringan, karena telah mendapat sumur berair subur.
Bersamaan dengan itu, atas kehendak Allah SWT., darah di lutut lelaki itu berhenti mengalir. Segera ia pun melakukan sujud syukur. Ia gembira mendapat dua keuntungan sekaligus. Membebaskan penduduk dari krisis air, juga mendapat kesembuhan atas penyakitnya.***
Dari "Al Matjarur Rabih fi Tsawabil Amalish Shalih" Al Hafidz Abul Hasan ad Dimyati.
[Ditulis oleh H. USEP ROMLI H.M., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut serta pembimbing Haji dan Umrah Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 19 Agustus 2011 / 19 Ramadan 1432 H. pada Kolom "KISAH RAMADAN"]
by
0 comments:
Post a Comment